Tuesday 5 August 2014

Arus Urbanisasi ke Palembang Pasca-Lebaran

Share on :

Sulit Dibendung, Sebar Surat Edaran



Arus Urbanisasi ke Palembang Pasca-Lebaran
Tempat Tinggal Sementara: Rumah susun menjdi tempat warga pendatang untuk tinggal sementara

________________________________________



Kota sepertinya menjadi sasaran empuk urbanisasi. Seperti halnya Palembang. Setelah menyandang kota metropolitan, ribuan mata mulai mengincarnya. Terutama pasca-Lebaran. Beragam alasan mendorong mereka untuk datang ke kota pempek ini, dari mencari kerja hingga mengenyam jenjang pendidikan.

* * * * * * * * * * * * * * *



Setiap tahun pemerintah kota disibukkan dengan pekerjaan rumah (PR) dalam mengatasi peningkatan jumlah penduduk pasca-Lebaran. Ini lantaran, ada indikasi bertambahnya jumlah pendatang baru yang tinggal di Kota Palembang. Padahal, hal tersebut bisa memicu persoalan sosial di lingkungan masyarakat.

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Pelambang M Ali Subri melalui Kepala Bidang (Kabid) Pendataan Penduduk Sahlan Syamsu mengungkapkan, pasca-Lebaran Idul Fitri penduduk Palembang diprediksi meningkat 2-3 persen. Berdasarkan data Dakcapil hingga Juni 2014, mencapai 1.799.090 jiwa

"Banyak urbanisasi, berdampak terjadinya peningkatan layanan publik seperti permintaan pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Prediksi kenaikan jumlah penduduk ini bukan merupakan pendataan secara menyeluruh, tapi berdasarkan data sementara yan dihimpun sebelum Lebaran tahun ini," ungkap Sahlan

Ia menuturkan, untuk mengontrol terjadinya peningkatan penduduk pasca-Lebaran, pihaknya telah melayangkan surat edaran yang ditandatangani wali kota ke camat dan lurah untuk diteruskan ke RT dan RW di Palembang

"Sejak Mei lalu sudah dilayangkan surat edaran, untuk melihat penduduk musimanan yang datang pasca-Lebaran. Tingginya pendatang baru juga bisa terlihat dari permintaan warga yang membuat Kartu Identitas Penduduk Musiman (KIPEM) ke Kantor Dukcapil Palembang," ujar Sahlan.

Lanjutnya, bagi pemudik yang ingin menetap di Palembang, dalam jangka waktu lama, ia mengimbau untuk segera mengurus dokumen ke Dukcapil, yakni kepengurusan KIPEM. "Warga yang membuat KIPEM karena alasan pekerjaan di Palembang, dan mereka pada umumnya bekerja di sektor informal. Syarat membuat KIPEM mudah, dengan menyertakan surat pengantar dri RT/RW atau lurah setempat dikediaman baru. KIPEM ini bisa diperpanjang dalam jangka waktu satu tahun," jelasnya.

Menrutnya, faktor pentyebab banyaknya pemudik yang memutuskan untuk tetap tinggal di Palembang karena alasan ekonomi dan mencari pekerjaan karena Palembang merupakan salah satu kota besar yang terus berkembang.

Tradisi mudik tidak hanya dijadikan sebagai silaturrahmi ke pihak keluarga, tapi ada pula penduduk daerah yang memang berencana untuk mengadu nasib di Palembang. Tapi, mereka melakukan urbanisasi tersebut di saat momen Lebaran, dan pada umumnya mereka juga memiliki keluarga di Palembang. "Mereka mencoba mencari pekerjaan, kalu bisa dapat dan cocok maka mereka akan bertahan dan menetap, walau pun belum mengurus dokumen kepindahan," ucapnya.

Menurut Sahlan, tidak ada larangan dan pembatasan bagi warga luar daerah untuk menetap di Palembang dalam jangka waktu tertentu. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol-PP) Palembang, Tatang Dukareja mengatakan pihaknya dalam melakukan pengawasan terhadap pendatang baru, sebatas membantu Dukcapil.

Camat Gandus, Ricky Fernandi SSTP MSi menegaskan, selain wajib membawa surat pindah, warga pendatang juga harus melaporkan kepada rukun tetangga (RT) setempat agar dapat didata dan dilaporkan ke lurah. Karena nantinya semua kepengurusan surat menyurat akan dilakukan di kantor camat. Sehingga pendatang baru dapat dibuatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sementara.

Biasanya pendatang baru ini akan mengisi beberapa wilayah favorit di Gandus bagi warga pendatang karena dekat dengan pusat Kota Palembang. Seperti Kelurahan 36 ilir, Kelurahan Karang Anyar, dan Kelurahan Karang Jaya. Meski di Gandus tidak ada universitas banyak pendatang yang memilih untuk bekerja dan mengontrak rumah yang disewakan penduduk. Warga pendatang kebanyakan berasal luar kota seperti Jawa. Tapi ada juga yang datang dari daerah di Sumsel seperti Prabumulih, Pagaralam, Emapt Lawang, Lahat dan sekitarnya untuk mencari rezeki di Ibu Kota Sumsel (nni/uni/asa/ce1)

Wajib Lapor RT, Pilah Pendatang Baru



Antisipasi banyaknya pendatang baru yang akan menetap dan menyewa rumah susun di tiga kelurahan yaknu Kelurahan 23 Ilir, 24 ilir, dan 26 Ilir di Kecamatan Bukit Kecil, kelurahan dan ketua rukun tetangga (RT) mewajibkan setiap warga pendatang baru untuk melapor kepada ketua rukun tetangga (RT).

Lurah 23 Ilir, Dan Irawan SH, mengungkapkan, sudah sejak lama pihaknya mensosialisasikan kepada RT untuk memperketat pengawasan terhadap pendatang baru yang masuk ke wilayah rumah susun. "Bagi mereka (pendatang baru, red) yang tinggal sementara diwajibkan membuat Kartu Tanda Penduduk Sementara (Kipem), sedangkan bagi pendatang yang akan menetap harus segera mengurus surat pindah. Ini dilakukan agar mereka (pendatang baru, red) bisa memiliki status jelas," ujar Dan Irawan SH.

Sebagai salah satu kota yang berkembang pesat, Palembang menjadi incaran para pendatang baru untuk mencari pekerjaan menggantungkan hidup mereka. Karena hal tersebutlah akibatnya beberapa tempat seperti bedeng hingga rumah susun mejadi tempat untuk disewa.

Sementara itu, Camat Bukit Kecil, Muflih SSTP, mengatakan, pihaknya sudah bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol-PP) Kota Palembang untuk memantau warga pendatang. Pastinya akan dipilah mana pendatang menetap maupun yang tinggal sementara.

Kstanya, meski tinggal di rusun para pendatang ini biasanya akan berpindah-pindah blok jika masa kontrakannya habis, jadi kalau sudah dipilah seperti itu mereka wajib memiliki identitas jelas di Palembang. (uni/nni/ce1)

Perketat Pengawasan



Sudah manusiawi untuk mencari penghidupan lebih baik. Inilah yang tertanam pada diri seorang pendatang baru. Diharapkan, Palembang akan membawa status sosial seseorang lebih tingga dibanding sebelumnya.

Pengamat Sosial Prof Dr H Slamet Widodo mengatakan, di kota peluang lapangan kerja lebih besar dibanding desa baik sektor formal maupun non-formal. Melihat hal itu, kata Slamet, pemkot harus mempertegas dan memperketat pengawasan.

"Setiap pendatang baru harus ada legalitas seperti KTP, wajib lapor dengan pemerintah setempat dan terdaftar. Tak cukup sampai di sana pendatang baru jika ingin menetap harus ada surat keterangan pindah domisili dari tempat asal, di kota ikut keluarga siapa atau keluarga sendiri," terangnya.

Masyarakat yang mengajak keluarganya pindah ke kota, faktor utama pemicunya masalah ekonomi. Karena merasa kasihan di desa tidak punya pekerjaan dan hidup serba kekurangan. "Keadaan ini seperti pepatah, aa gula ada semut. Dari sanalah naluri kekeluargaan timbul sehingga memutuskan untuk mengajak keluarga," kata pengamat sosial ini.

Pemerintah harus jeli dengan membuat suatu terobosan dimana pembangunan jangan hanya dipusatkan di kota, tapi di desa juga. "Perlu adanya desa-desa binaan di setiap daerah yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan dalam menyerap tenaga kerja seperti industri rumahan," ulasnya.

Adanya urbanisasi, ia menuturkan, dapat mempercepat sektor informal sehingga perlu dilakukan berbagai penataan seperti kawasan pedagang kaki lima. (nni/asa/ce1)

Kembalikan ke Daerah Asal



Arus balik pasca Idul Fitri 2014, dari tahun ke tahun menjadi momentum meningkatnya jumlah pendatang baru dari daerah lain. Meningkatnya jumlah tersebut terkadang memicu terjadinya persoalan sosial.

Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Palembang Faisal AR menegaskan, jika terjadi tren peningkatan penduduk yang berujung ke penyakit sosial, pihaknya akan melakukan penindakan tegas sesuai Perda Nomoe 12 Tahun 2013.

"Permasalah sosial menjadi wewenang kita, kalau bicara jumlah penduduk bukan wewenang tapi jika terjadi pertumbuhan gepeng (pengemis dan anak jalanan) akan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku setelah dilakukan pendataan," ujar Faisal.

Upaya dalam mengatasi penyakit sosial yang tumbuh di masyarakat, yakni pertama akan dilakukan dengan melakukan penjangkauan, pendataan, bila perlu setelah dilakukan pendataan sesuai identitasnya akan dikembalikan ke daerah asal.

"Perbuatan tentunya melanggar hukum. Paling ringan kurungan dan denda uang. Tapi dari pada menimbulkan banyak penyakit bila perlu akan kita kembalikan," ucapnya.

Lanjutnya, terjadinya peningkatan urbanisasi setiap tahunnya pasti terjadi. Namun, berdasarkan pengalaman, sejauh ini belum ada pendatang baru yang berujung ke penyakit sosial. "Kebanyakan pendatang baru telah memiliki skill bekerja di suatu perusahaan jadinya tidak ditemui hal seperti itu," tandasnya. (nni/asa/ce1)

Sumatera Ekspres, Selasa, 5 Agutus 2014

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Kunjungannya Saudara-saudaraku