Monday, 22 October 2012

Dewan Sumsel Ajak Diskusi Gending Sriwijaya

Share on :

Terkait kontroversi Film Gending Sriwijaya yang menuai kontroversi karena budayawan dan peneliti sejarah menilai telah terjadi pembaisan sejarah, Ketua Komisi V DPRD Sumsel, MF Ridho, mengatakan, pihaknya tidak menemukan adanya anggaran yang dialokasikan untuk pembuatan film tersebut pada kegiatan mitra kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel.

"Saya tidak tahu menggunakan anggaran Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD) mana, silakan cek saja," katanya.

Pembuatan film Gending Sriwijaya merupakan bagian kegiatan seni dan budaya. Tujuannya sangat positif sebagai media promosi seni dan budaya Sumsel. Tinggal bagaimana kita meluruskan perbedaan pendapat diantara budayawan, sejarawan dan produser film.

Untuk menciptakan persamaan pendapat, perlu dilakukan diskusi yang melibatkan semua unsur yang mengerti sejarah dan film.
<"Kita semua bukan pelaku sejarah, jadi jangan sampai menganalisa dan memberikan pendapat itu di waktu yang berbeda. Mungkin dengan melibatkan orang-orang tua kita yang mengerti sejarah bisa membantu meluruskan perbedaan yang ada," ujar Ridho.



Selain meluruskan pendapat, diskusi juga sangat bermanfaat untuk mencari data faktual mengenai sejarah di Sumsel. Sutradara juga belum bisa dinilai salah atau benar. Mungkin ia memiliki alasan dan referensi yang berbeda dalam merumuskan jalan cerita film.

"Sebenarnya saya juga belum membaca dan melihat bagaimana jalannya cerita film dibuat itu. Dengan demikian belum bisa memberikan penilaian tentang film itu," kata dia.

Budayawan seharusnya juga bersikap pro aktif untuk menciptakan pertemuan agar tidak terjadi silang pendapat dengan jarak yang jauh. Bisa membuat surat ke legislatif atau pemerintah provinsi. Setahu saya, belum ada surat yang masuk ke kami untuk membicarakan perbedaan pendapat mengenai sejarah Sriwijaya yang difilmkan itu.

Secara terpisah, Ketua DKSS Sumsel, dr Zulkhair Ali, mengatakan, kita harus lihat dari sisi positif, film ini akan membangkitkan kembali semangat Kerajaan Sriwijaya ke dalam jiwa pemuda. Persoalan yang diperdebatkan oleh budayawan benar adanya, akan tetapi ide membuat film ini juga perlu diapresisasi karena mengangkat kebesaran nama Kerajaan Sriwijaya.

"Film ini karya seni hiburan tanpa mengedepankan sisi alur sejarah yang sebenarnya. Saya hadir dalam acara gelar budaya dan silaturahim budayawan, seniman, serta tokoh masyarakat Sumsel bersama pemeran film Gending Sriwijaya 5 Agustus lalu di Griya Agung. Di sana sutradara sudah menyatakan film ini bukanlah film sejarah," katanya.

"Saya dan DKSS baru mengetahui pembuatan film ini ketika diundang dalam acara tersebut. Kami memang tidak pernah dihubungi untuk berdiskusi. Kemudian hari saya baru mengetahui jika film ini karya seni yang tidak dilandasi riwayat sejarah, karena bukan film sejarah Kerajaan Sriwijaya," ujar Zulkhair.

Diskusi dan dialog baru dapat dilakukan jika karya seni ini mengisahkan cerita sejarah yang sebenarnya dalam konsep film dokumenter. Di luar konsep itu karya film bisa dijadikan karya fiksi.

Kalau film dokumenter memang harus dilakukan riset, karena tidak boleh ada unsur fiksinya. Apa yang disampaikan oleh para seniman dan budayawan benar, tetapi film ini juga tidak salah, karena bukan film sejarah dan konsepnya juga ada unsur fiksi.

Menurut dia, dalam konteks promosi suatu daerah, konsep film dokumenter kurang bisa mencapai target karena sulit dijual dan penontonnya juga kalah bersaing dengan film hiburan. Film ini bukan berada dalam konteks film dokumenter.

Perbedaan inilah yang harus disampaikan kepada publik secara terang-terangan, sebelum film tersebut ditayangkan. Dengan adanya keterangan unsur fiksi di dalam film ini nantinya diharapkan penonton tidak terjebak pada alur cerita yang sesuai dengan sejarah yang sebenarnya.

Sebelum dimulai, seharusnya sutradara menyampaikan pesan terlebih dulu, yang menyatakan film ini merupakan karya fiksi, sehingga tidak ada yang salah menilainya. Budayawan tidak ingin kontroversi film ini dikedepankan ketimbang sisi positifnya. Persoalan tersebut bisa diatasi dengan dialog. Peluang dialog dan komunikasi itu masih terbuka.

"Saya sependapat dengan pak Nurhadi Rangkuti, selagi bisa dialog ya lakukan, jangan kita lihat dari sisi kontroversinya". (iam/wan)

Editor : Aang Hamdani
Tribun Sumsel

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Kunjungannya Saudara-saudaraku