Ditemukan China Rakit, Tiru Bakso Daging
Pempek sudah sangat familiar. Makanan khas wong Plembang ini sudah diproduksi di Sumsel, terkenal hingga nasional dan mancanegara. Namun, tak banyak yang mengetahui bagaimana sejarah ditemukannya makanan dengan bahan daging ikan ini? Berdasarkan cerita tutur, pempek ternyata ditemukan warga China yang hidup di rumah rakit pada masa Kesultanan Palembang Darussalam. Benarkah?
Dulu, pempek bisa dikatakan makanan pinggiran. Banyak dijual oleh Pedagang Kaki Lima (PKL), Mereka berjalan atau bersepeda menelusuri jalan-jalan kecil di perkampungan. Pembelinya pun harus jongkok untuk menyantapnya. Kini, makanan ini masuk kategori elite. Ini setelah kian menjamurnya penjual empek-empek di pertokoan atau ruko.
Makanan ini kerap dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan luar dalam jumlah besar. Tidak hanya skala nasional, termasuk luar negeri. Kuah berupa cuko pedas manis ibarat candu. Membuat siapa yang pernah mencicipinya, menjadi ketagihan dan terus mencari makanan ini.
Meski sangat populer di kalangan wong Plembang, Sumsel, nasional hingga mancanegara, tak banyak mengetahui asal mula ditemukannya makanan yang satu ini. Nah, dari keterangan Tokoh masyarakat Tionghoa, Fauzi Thamrin yang kini menjadi Dewan Kehormatan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Sumsel, empek-empek yang akrab disebut pempek, dulunya ditemukan oleh orang China yang pada masa Kesultanan tinggal dirumah rakit.
“Cuma ini cerita turun temurun (cerita tutur,red) yang kami dapat dari orang-orang tua,” ungkap Fauzi Thamrin ditemui koran ini di kantor PSMTI, Jl Dempo Luar nomor 433, Rabu (2/11) lalu.
Pada edisi minggu lalu, Sumeks Minggu telah mengupas kehidupan di rumah rakit. Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam abad ke 17 hingga 19, Sultan mengeluarkan kebijakan politik bagi para pendatang, terutama warga negara asing (WNA) untuk tinggal di rumah rakit.
Para pendatang ini, umumnya warga China dan Belanda. Dari kehidupan di rumah rakit inilah, warga China menemukan empek-empek. Cerita Fauzi Thamrin, seorang lelaki tua keturunan China menikah dengan seorang wanita campuran (China-Pribumi). Wanita inilah yang kemudian pertama kali mengeluarkan ide mencampurkan daging ikan dengan tepung sagu.
Diketahui, pada abad 17 hingga 19, anak-anak sungai Musi masih sangat banyak. Ikan didapat dari sungai ini pun sangat berlimpah. Biasanya, ikan didapat, oleh wong kito sebatas dibuat pindang atau digoreng. Oleh wanita keturunan China-Pribumi inilah, daging ikan dicampurkanya dengan tepung sagu.
Fauzi Thamrin menyakini, ide membuat pempek ini terinspirasi dari makanan khas negeri Tiongkok, yakni bakwan. Makanan ini berasal dari tepung yang bisa dicampur dengan daging sapi, babi, udang hingga ikan. “Cuma makannya dicampur kuah biasa. Dulu namanya bakwan. Sekarang disebut bakso daging,” jelas Fauzi.
Oleh sebab itu, Fauzi menyakini, pertama kali ditemukan jenis pempek dulunya seperti pentol bakso. Atau yang sekarang kita sebut dengan pempek ada’an. “Cuma, kalau bakwan itu agak kecil. Kalau pempek agak besar,” lanjutnya.
Nama pempek sendiri ada cerita sendiri. Sang suami yang menjadi penjual keliling, saat itu kemungkinan belum menemukan nama bagi makanan ditemukan istrinya. Oleh masyarakat yang hendak membeli makanan tersebut, warga hanya memanggil penjual dengan sebutan “pek”. Singkatan apek, yang sering melekat pada orang China. “Dari kata pek, pek itu jadilah nama pempek,” tegas Fauzi.
Terus Berkembang dan Bergeser
Pada perkembangannya, dibuat yang namanya cuko (terbuat dari gula merah, bawang putih dan cabe, red), pendamping pempek. Inilah pasangan paling pas menyantap pempek. Selain itu, jenis pempek yang dikenal saat ini, seperti pempek kapal selam (isi telor,red), lenjer, isi tahu, kerupuk, pempek kulit merupakan perkembangan. Termasuk pempek yang dikembangkan dengan kuah, dikenal dengan tekwan serta model. “Model itukan dari pempek isi tahu,” celetuk Fauzi.
Selain direbus, digoreng, divariasikan dengan kuah, pempek juga kini dipanggang. Itulah yang sekarang disebut dengan pempek panggang, termasuk lenggang. Atau diberi kuah santan yang sekarang disebut dengan celimpungan serta laksan. Ada juga yang namanya kerupuk kemplang, yang konon tercipta dari pempek yang awal tidak laku dijual, dijemur lalu digoreng.
Meski terus berkembang, pempek inipun mengalami perseran. Yang kasat mata, penggunaan ikan. Jika dulu identik dengan ikan belido, akibat sulitnya mencari ikan kelas satu ini, masyarakat menggunakan ikan gabus atau ikan delek yang umumnya hidup di rawa. Ikan laut seperti tenggiri, sarden pun kini juga sering digunakan. Bahkan, ikan apa saja pun asal bisa membuat pempek beraroma ikan digunakan orang.
Pempek Dempo, Tersisa Dari Rumah Rakit
Bicara masalah pempek memang banyak menjualnya. Termasuk orang-orang Jawa. Dari kaki lima hingga pertokoan. Namun, dari keterangan Fauzi dari sekian banyak penjual pempek, satu toko yang masih keturunan keturunan China rakit adalah Pempek Dempo, di kawasan Jl Lingkaran Dempo Luar, samping MDP.
Penjual di toko yang kerap disebut toko garasi (karena bentuk tokonya mirip garasi mobil,red) sudah ada sejak tahun 1986 lalu. Penjualnya pun orang China yang logatnya sudah seperti wong kito.
Toko pempek grasi ini masih menggunakan ikan belido atau ikan putak (belido ukuran kecil, red). Inilah yang membuat pengunjungnya tak pernah sepi. “Ikan belido atau putak itu tidak amis. Rasanya juga manis. Itu memang ikan kelas satu. Kami dapat dari dusun. Kalau gak dapat ikan ini, kami pilih tidak jualan,” ungkap penjualnya, Ali. (wwn)
Written by: Samuji Selasa, 08 November 2011 12:21 | Sumeks Minggu
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Kunjungannya Saudara-saudaraku