Sunday, 30 September 2012

Sejarah Songket Palembang



Sejarah dari kota Pempek alias Palembang tidak bisa dipisahkan dari legenda Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam. Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan maritim yang sangat kuat di Pulau Sumatera dengan daerah kekuasaan mulai dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi pada masa jayanya sekitar tahun 683 Masehi. Kerajaan yang dalam bahasa sansekerta berarti bercahaya (sri) dan kemenangan (wijaya) tersebut menjadi cikal bakal kota Palembang.

Salah satu warisan budaya dari kerajaan ini adalah wastra tenun bernama songket. Bukti-bukti songket telah ada sejak zaman Sriwijaya bisa disimak dari pakaian yang menyelimuti arca-arca di kompleks percandian Tanah Abang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Kain yang dirangkai dari berbagai jenis benang termasuk benang emas ini menurut sebagian orang bermula dari pola perdagangan antara pedagang asal Tiongkok yang menghadirkan benang sutera dengan pedagang India yang membawa benang emas dan perak. Nah, benang-benang tersebut ditenun dengan pola yang rumit yang diuntai lewat jarum leper pada sebuah alat tenun bingkai Melayu.

Kemampuan membuat Songket tradisional di Palembang biasanya diwariskan secara turun-temurun.Sewet Songket merupakan kain yang kerap digunakan oleh pelapis pakaian wanita di bagian bawah yang dihiasi dengan selendang berteman dengan baju kurung. Dalam upacara adat atau selebrasi pernikahan, pengantin biasanya menggunakan Songket lengkap dengan Aesan Gede (kebesaran), Aesan Pengganggon (Paksangko), Selendang Mantri, Aesan Gandek dan yang lainnya. Secara kualitas, Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia. Bahkan, songket ini disematkan julukan sebagai “Ratu Segala Kain.”

Pada songket, teknik dan jenis serta kualitas kain yang ditenun dikenal dengan istilah Songket Limar dan Lepus. Lepus adalah kain songket yang kainnya terdiri dari cukitan alias sulaman benang emas berkualitas tinggi yang biasanya didatangkan dari Cina. Bahkan, kadakala benang tersebut diambil dari kain songket berusia ratusan tahun yang akibat umur membuat kainnya menjadi rapuh. Kualitas jenis ini merupakan kualitas tertinggi dengan harga jual yang sangat mahal.

Sementara Limar lebih mengarah kepada teknik pembuatannya. Menurut budayawan Inggris yang hidup di Indonesia pada era colonial, songket jenis ini merupakan kain yang memadukan warna merah, kuning dan hijau dengan pola yang terinspirasi dari buah limau. Sementara pendapat lain menyatakan bahwa nama limar diambil dari bulatan-bulatan yang berasal dari percikan yang menyerupai tetesan jeruk peras.

Cara pemakaian songket pada pria atau wanita memiliki perbedaan mendasar. Kain songket untuk pria yang kerap disebut Rumpak (bumpak) memiliki motif yang tidak penuh dengan tumpal (kepala kain) berada di belakang badan. Songket tersebut dipakai mulai dari pinggul ke bawah sampai di bagian bawah lutut (untuk pria yang telah menikah) dan menggantung di atas lutut (untuk pria yang belum menikah). Sedangkan untuk wanita, tumpal (kepala kain) wajib berada di depan dengan posisi dari pinggul hingga mata kaki.

Keunikan Pasar Tradisional Cinde



Terlengkap, Baru Hingga Bekas, “Panas” dan “Dingin”
Pasar Cinde yang berada di jalan Sudirman merupakan salah satu pasar tertua di Palembang. Sebagai pasar tradisional, pasar yang satu ini mempunyai keunikan tersendiri. Seluruh jenis barang tersedia. Yang baru, bekas, yang “panas” hingga yang “dingin.”

Bicara soal pasar tertua, pastilah tertuju pada pasar 16 Ilir. Posisinya di pinggiran sungai Musi, berada di tengah antara hilir dan hulu sungai, sangatlah strategis. Tempat transit, para pendatang dari kawasan Sumsel hingga mancanegara. Sehingga, pada zaman Kesultanan Palembang Darussalam, pasar yang satu ini, bisa jadi sudah ada. Meski, baru dibangun permanent pada masa pemerintahan Belanda.

Nah, selain pasar 16 Ilir, salah satu pasar tertua di Palembang adalah pasar Cinde. Pasar ini, diperkirakan muncul usai zaman kemerdekaan ketika transportasi darat mulai maju. Pasar yang terletak di poros jalan Sudirman ini, dulunya diingat dengan nama pasar Lingkis. Ini karena awal berdirinya, banyak orang daerah Lingkis Ogan Komering Ilir (OKI) menggelar dagangan.

Munculnya pasar Lingkis ini, dikatakan Kemas Aripanji SPd MSi, Sekretaris Masyarakat Sejarawan Indonesia cabang Sumsel sekedar pasar pelengkap. Artinya, ketika jumlah masyarakat Palembang terus bertambah, sedangkan pasar 16 Ilir sulit menampung pengunjung, muncullah pasar kaget alias dadakan.

“Palembang itu terus berkembang. Masyarakat tidak mungkin bertumpu pada satu pasar, yakni pasar 16. Mereka pasti mencari pasar terdekat. Pasar Cinde inilah yang muncul sebagai pasar dadakan dan kategorinya sekedar pelengkap,” ungkap Aripanji yang juga guru serta dosen di MAN 1 serta Fakultas Adab IAIN Raden Fatah.

Dari pasar kaget yang terus berkembang, pemerintah kemudian memfasilitasi pembangunan pasar secara permanent. Diperkirakan, pasar ini dibangun tahun 1958, sebagai pasar pertama usai kemerdekaan. Arsiteknya, Herman Thomas Karsten. Pasar Cinde pun disebut-sebut sebagai kembaran pasar Johar Semarang yang juga dirancang Karsten.

Sejak dibangun permanent, nama pasar Lingkis berubah menjadi Cinde. Nama Lingkis sendiri kini diabadikan sebagai nama lorong di seberang pasar Cinde. Sedangkan nama Cinde, berasal dari makam Sultan Abdurahman, pendiri Kesultanan Palembang. Makam inilah yang disebut dengan Candi Welan/Walang. Dari kata candi ini juga,masyarakat menyebutnya dengan nama Cinde. Sehingga disebut dengan pasar Cinde.

Dengan gedung dua lantai di pasar Cinde, masyarakat bisa mencari tempat penjualan peralatan militer, pramuka, bordir. Atau penjualan kue, empek-empek, kerupuk kemplang, kebutuhan pertanian serta kebutuhan sembako sehari-hari.

Berkembang Tempat PSK Hingga Pasar Loak
Sisi lain dari pasar Cinde yang kini tak kelihatan lagi, adalah kawasan tersebut merupakan tempat mangkal Pekerja Seks Komersil (PSK). Wanita-wanita malam ini kerap mangkal di Jl Candi Welan yang dulunya banyak semak belukar. Itu terjadi pada era tahun 1970 an. PSK ini mulai menghilang teratur, ketika mereka mulai hijrah ke Eks Lokalisasi Teratai Putih Kampung baru yang dulunya merupakan tempat legal (resmi, red).

Hanya saja, entah sejak kapan dimulai, sejak lama pasar Cinde juga dikenal sebagai pasar loak. Banyak barang-barang bekas dijual di pasar ini. Barang bekas atau loak ini berada di sepanjang Jl Candi Welan, Karet, Raden Muhammad, Nangling serta lrg Kebon.

Identiknya memang pada barang elektronik. Seperti mesin jahit, pisau silet, AC, mur baut, jam dinding, aksesoris mobil motor hingga spare partnya. Dan kebanyakan barang second. Tapi ada juga terlihat penjual sepatu bekas. “Pokoknyo segalo macam barang yang bekas dan biso dijual, itu dijual di sini (pasar Cinde, red),” celetuk David (45), salah seorang pedagang.

Saking terkenalnya pasar Cinde di kawasan Sumsel hingga kota besar seperti Jakarta, banyak orang cerita David memesan terlebih dulu barang diinginkan. Seperti lemari jati lama, tempat sirih hingga lampu lama terbuat dari kuningan. Setelah dipesan, penjual kemudian bergerak di pedesaan kawasan Sumsel untuk mencari barang.

“Barang-barang seperti onderdil motor, mobil, genset lama kadang memang disimpan pedagang. Biasanya, ada orang mencari barang tersebut karena tidak lagi dijual di toko dan pasti mencari ke Cinde,” ungkap David.

Hanya saja, selain barang bekas, banyak juga pedagang menjual barang baru. Membuat pengunjung tinggal memilih sesuai isi kantong. Pada hari Minggu pagi, jumlah pedagang di kawasan pasar loak ini bertambah ramai. Seluruh pedagang dari penjuru Palembang tumblek di sini.

”Kalau minggu pagi, seluruh dagangan itu tambah lengkap lagi,” tambah Eddy (54), salah satu penduduk lokal.

Pun begitu, sejak dulu juga pasar Cinde identik dengan barang curian. Ada-ada saja pedagang atau pembeli yang harus berurusan dengan pihak berwajib. Oleh sebab itu, pengunjung pun harus berhati-hati agar mendapat barang “dingin” bukanya barang “panas.”

Untuk mencegah berurusan dengan polisi, sebelum membeli barang, pedagang memastikan lebih dulu identitas penjual. Termasuk surat-surat diperlukan seperti STNK atau BPKB kendaraan yang tidak lagi terpakai sebelum dipreteli. Inilah satu kiat pedagang bertahan.

“Kalau barang curian itu dak ada. Kami selalu memastikan dulu identitas penjual termasuk surat menyuratnya. Kami (pedagang,red) disini kebanyakan mantan preman insyaf. Cuma mencari rejeki halal be. Kalu pacak, sekedar jual hawo (ngobrol,red) dapat duit,” tandas David.

Wajah lama dari pasar Cinde, tepatnya di Jl Karet mungkin terkenal dengan penjualan CD porno yang kerap di razia petugas. Di tempat ini juga, saat ini terlihat pasar burung. Khusus menjual burung-burung hias. (wwn)

Written by: Samuji Selasa, 15 November 2011 12:06 | Sumeks Minggu


Pasar Cinde 1935

Pasar Cinde 1935

Terminal Cinde 1935

Terminal Cinde 1935

Pasar Cinde 1935

Terminal Cinde 1935

Terminal Cinde 1935

Pasar Cinde 1935

Putri Kembang Dadar



Menampakan Diri , Tertangkap Jepretan Kamera
Nama Putri Kembang Dadar sudah melegenda di Sumatera Selatan khususnya di Kota Palembang. Pemkot Palembang bahkan mengabadikannya dengan nama kapal pesiar yang melayani turis untuk menjelajahi Sungai Musi hingga Pulau Kemaro. Namun riwayat serta sejarah Putri Kembang Dadar yang dimakamkan di Bukit Siguntang masih misteri. Tidak ada catatan sejarah dari putri yang konon kabarnya memiliki kecantikan luar biasa tersebut. Bahkan, Ahmad Rusdi, kuncen (penjaga makam, Red) Putri Kembang Dadar mengaku hanya mendapatkan cerita seputar sosok putri tersebut berdasarkan cerita dari mulut ke mulut.Itu pun tidak utuh.

Keterangan pria berumur 50 tahun ini, awalnya ayahnya M Ani pertama kali menjadi kuncen makam sang putri. Itu setelah sang ayah mendapat wangsit langsung dari sang putri. Padahal, ayahnya kala itu masih anak-anak. Kondisi Taman Bukit Siguntang saat itu bukan seperti yang kita lihat sekarang sudah tertata rapih. Saat itu Taman Bukit Siguntang masih berupa hutan lebat dan menyeramkan. Dari cerita sang ayah inilah yang sempat bertemu langsung dengan sang putri, ternyata kecantikan Putri Kembang Dadar, memang luar biasa laksana bidadari.

Putri Kembang Dadar, diketahui Ahmad Rusdi merupakan seorang putri keturunan Raja Sigentar Alam yang hidup pada masa Kerajaan Sriwijaya abad ke sepuluh silam. Nama aslinya, Siti Soleha. Putri Kembang Dadar merupakan gelar diarahkan padanya karena ia merupakan gadis primadona. Sedangkan tambahan Dadar karena dia sangat sakti.

Dadar dialamatkan kepadanya karena sang putri tahan diuji. Sayang, Rusdi yang sudah 20 tahun menjadi kuncen, juga tak bisa banyak menjelaskan lebih jauh. Hal ini yang membuat sosok Putri Kembang Dadar ini masih terus dibungkus misteri. “Kehebatan lain dari sang putri adalah jari telunjuknya. Kalau dia menunjuk dan berkata, apapun bisa terjadi,” ungkap Rusdi.

Penampakan Putri Kembang Dadar
Sosok misteri Putri Kembang Dadar semakin ramai dibincangkan khususnya bagi mereka yang berziarah ke lokasi pemakaman Bukit Siguntang dan mendapatkan sesuatu yang ganjil. Kejadian aneh sering didapatinya dari para pengunjung, yang tanpa sengaja melihat penampakan sang putri dengan mengenakan pakaian kebesaran khas putri Sriwijaya. Dari beberapa kali kejadian, sang putri menampakan diri ketika para pengunjung berfoto di kawasan Bukit Siguntang. Bahkan diluar kompleks taman, yakni di kantor Badan Diklat dan Pelatihan Sumsel, berada dekat taman.

Dalam foto, seringkali terdapat penampakan dari sang putri. Meski terlihat kabur, penampakan terlihat sebagai wanita cantik diyakini sebagai putri Kembang Dadar. “Cuma waktu dibawa ke rumah atau mau dicuci, foto putri itu menghilang sendiri. Memang tidak masuk akal sehat tapi itu sudah beberapa kali terjadi,” tandas Rusdi.

Sumetera Ekspres Mingguan mendapat foto penampakan Putri Kembang Dadar dari salah seorang pejabat di lingkungan Pemkab OKU. Sayangnya pejabat dimaksud tidak mau namanya di korankan. "Janganlah dek, dak enak," kilahnya. Menurut sang pejabat, foto penampakan Putri Kembang Dadar tersebut diambil saat makan siang oleh salah seorang peserta diklat kepemimpinan nasional dari Lampung tahun 2010 lalu di Gedung Diklat yang letaknya bersebelahan dengan Komplek Pemakaman Bukit Siguntang. "Biasalah kalau sedang ngumpul kita foto-foto ternyata setelah dilihat hasilnya ada seorang wanita lengkap dengan pakaian khas Palembang, padahal saat difoto wanita itu tidak ada. Tentu saja temuan itu membuat heboh peserta diklat," ujar sumber Sumeks Mingguan tersebut.

Masih menurut sumber Sumeks Mingguan, karena heboh akhirnya penjaga gedung disana termasuk satpam dan penjaga kantin akhirnya buka suara. Menurut mereka, Putri tersebut sore hari memang kadang sering menampakan diri yang bisa terlihat secara kasat mata. Namun sering kali tidak lama ketika akan diamati biasanya sudah menghilang. Itupun tidak setiap orang bisa melihatnya. "Namun menurut mereka Putri tersebut tidak mengganggu. Ini peringatan bagi kita bahwa hal gaib itu ada," pungkas pejabat tersebut.

Apakah gambar wanita yang berada dalam jempretan kamera tersebut hasil rekayasa digital? Apakah memang asli penampakan gaib Putri Kembang Dadar yang terekam dalam kamera digital? Sumeks Mingguan berusaha meminta pendapat pakar telematika, Roy Suryo, dengan mengirimkan foto tersebut ke email pria yang juga anggota DPR RI tersebut. Namun ternyata Roy agak kesulitan menganalisanya karena resolusi foto yang dikirim terlalu kecil. "Foto tersebut setelah saya buka resolusinya kecil tolong kirim foto yang agak besar," ujarnya. Namun Sumeks Mingguan tidak memiliki foto yang lebih besar, ada juga namun wanitanya (dugaan Putri Kembang Dadar) tersebut sudah tidak jelas. Alhasil tidak ada keterangan dari Roy menyangkut keaslian foto tersebut.

Sejarah kehidupan Putri Kembang Dadar hingga kini masih misteri. Tidak banyak tulisan atau prasasti yang menceritakan tentang kehidupan putri cantik nan sakti yang diperkirakan hidup sekitar abad ke X ini. Tidak ada yang bisa menjelaskan kapan Putri Kembang Dadar wafat. Namun tidak dipungkiri lagi Putri Kembang Dadar merupakan keturunan bangsawan dan orang yang dihormati kala itu. Konon sang putri ini sempat memeluk agama Islam sebelum dia wafat.

Putri Kembang Dadar dimakamkan di area pemakaman Bukit Siguntang, yang diduga tempat pemakaman raja-raja kala itu. Selain dia ada enam makam lainnya yang merupakan makam orang-orang hebat di zaman Kerajaan Sriwijaya dulu. Mereka adalah Radja Segentar Alam yang memiliki nama asli Iskandar Zulkarnain Alamsyah berasal dari Kerajaan Mataram, Putri Rambut Selako, Panglima Batu Api, Panglima Bagus Kuning, Panglima Bagus Karang, dan Tuan DjungDjungan. Makam Putri Kembang Dadar masih sering didatangi orang dengan berbagai keperluan termasuk wisawatan maupun orang yang ingin mengirimkan doa untuknya. (sihat/wiwin)

Written by: Samuji Selasa, 10 Januari 2012 12:48 | Simeks Minggu

Friday, 28 September 2012

Parkir Pararel Batal


PARKIR: Rencana Dishub Kota Palembang untuk melakukan uji coba parkir pararel di Jl Sudirman batal batal dilaksanakan pada September ini. Parkir sudut yang yang dilakukan sejumlah kendaraan roda empat seringkali membuat arus lalu lintas terganggu danmenimbulkan kemacetan

Butuh 5 Tahun Ubah Sistem Parkir


PALEMBANG – Rencana Dinas Perhubungan kota ini berkerja sama dengan Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammaenarbeit (GIZ) untuk melakukan uji coba parkir pararel di Jl Sudirman sepanjang 2 km batal dilakukan September ini. Kendalanya, infrastruktur pendukung seperti rambu-rambu dan marka jalan parkir belum siap.

Kadishub Kota Palembang, Masripin Thoyib menegaskan, pihaknya terus berkoordinasi dengan GIZ soal pembatalan tersebut. "Kalau kita sebenarnya ingin cepat, tetapi karena keterbatasan jadi kita akan bahas ulang,” jelasnya kepada wartawan.

Untuk diketahui, parkir dilakukan mulai dari Bundaran Air Mancur hingga simpang Charitas. Selama ini, kendaraan biasanya parkir dengan kemiringan sekitar 45 derajat. Nah, nanti menjadi 180 derajat. “Selama ini parkir sudut di Jl Jenderal Sudirman, mengganggu ruang yang diprioritaskan untuk BRT (Bus Rapid Transmusi). Nah, dengan parkir pararel maka ruang untuk BRT tidak terganggu,” jelasnya. Lagian, menurut UU No 22/2009 dan PP No 32/2011 dilarang parkir on street pada jalan nasional.

“Jika hasil evaluasi pada uji coba parkir paralel baik, kemungkinan sistem parkir tersebut dapat diterapkan permanen di tempat lain seperti Central Business Distric (CBD). Tepatnya, sekitar 16 Ilir, Jalan Kapten A Rivai, dan Jalan Veteran,” ungkapnya.

Tahap awal, kemungkinan Dishub akan memanggil juru parkir (jukir) bertugas di Jalan Jenderal Sudirman untuk diberikan pengarahan tentang cara menerapkan parkir pararel. Jumlah jukir tersebut sekitar 100 orang.

Selain itu, terang Masripin, sistem parkir memang mengurangi jumlah kendaraan yang parkir. “Otomatis PAD akan berkurang, tetapi hal itu sudah kita konsultasikan dengan DPRD kota. Hal itu resiko, tetapi demi mengurangi kemacetan di kota maka harus kita lakukan. Harapan lalu lintas menjadi lancar, tertib, dan kemacetan bisa berkurang,” ungkapnya.

Pengelolaan parkir di Palembang, terang Masripin, memang perlu dikelola dengan baik sehingga tata Kota Palembang semakin baik. “Kita siap mendukung dan berkoordinasi dengan GIZ. Yang jelas, kita ingin pengelolaan parkir di Palembang semakin baik. Sebab, kota kita terus mengalami kemajuan pesat. Bila tidak dikelola dengan baik bisa timbul masalah baru,” bebernya.

Sementara itu, konsultan GIZ Arimbi Jinca mengaku belum mau menjelaskan rencana parkir pararel itu lebih jauh. “Saya belum bisa mengatakan rencana itu. Karena besok (hari ini, red) kita akan kembali menggelar rapat intern. Kita pun ingin secepatnya pengelolaan parkir pararel dapat berjalan,” bebernya.

Yang jelas dalam waktu dekat ini, terang Arimbi, pihaknya merencanakan akan mendatangkan tenaga ahli GIZ yakni Paul Barter yang bakal melakukan proses pendampingan implementasi. “Rencana tenaga ahli itu datang pada 1-3 Oktober mendatang,” jelasnya. Pihaknya terus melakukan diskusi dan pemantapan rencana parkir pararel itu bersama Dishub Kota Palembang.

Sebelumnya, Arimbi mengatakan untuk mengubah sistem parkir di kawasan terlarang, tidak bisa dilakukan secara spontanitas. Paling tidak butuh waktu 5 tahun. “Dan sebaiknya, untuk pengelolaannya (parkir) harus dilakukan pihak ketiga. Salah satu perusahaan daerah yang tertarik untuk mengelola parkir ini adalah SP2J (Sarana Pembangunan Palembang Jaya),” ungkapnya.

Selain itu, program lain GIZ juga berencana akan memetakan zona parkir di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman. "Kita juga akan memanfaatkan lahan tidur di pusat kota untuk dijadikan lahan parkir," pungkasnya. (cj7/ce2)

Sumatera Ekspres, Jumat, 28 September 2012

Thursday, 27 September 2012

Makam Ki Gede Ing Suro, Jejak Awal Kerajaan Islam Palembang



Kompleks pemakaman kuno ini sekarang menjadi bagian dari jalur hijau (green barrier) PT Pusri. Di kompleks pemakaman yang masuk dalam wilayah administratif Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan IT II Palembang, ini terdapat delapan bangunan dengan jumlah makam keseluruhan 38.

Salah satu tokoh yang dimakamkan di kompleks pemakaman yang dibangun sekitar pertengahan abad 16 ini adalah Ki Gede Ing Suro. Dialah pendiri kerajaan Islam Palembang, yang kemudian menjadi Kesultanan Palembang Darussalam.

Ki Gede Ing Suro adalah putra Ki Gede Ing Lautan, salah satu dari 24 bangsawan dari Demak yang menyingkir ke Palembang, setelah terjadi kekacauan di kerajaan Islam terbesar di pulau Jawa itu. Kekisruhan ini merupakan rangkaian panjang dari sejarah kerajaan terbesar di Nusantara, setelah Kerajaan Sriwijaya yaitu Kerajaan Majapahit.

Raden Fatah yang lahir di Palembang adalah putra Raja Majapahit terakhir, yaitu Brawijaya V. Raden Fatah lahir dari Putri China yang disebut Putri Champa, setelah istri Brawijaya itu dikirim ke Palembang dan diberikan kepada putra Brawijaya, Ariodamar atau Ario Abdillah atau Ario Dillah.

Setelah dewasa, Raden Fatah bersama Raden Kusen, putra Ario Dillah dengan Putri China dikirim kembali ke Majapahit. Oleh Brawijaya V, Raden Fatah diperintahkan untuk menetap di Demak atau Bintoro sedangkan adiknya lain bapak, Raden Kusen, diangkat sebagai Adipati di Terung.

Pada masa menjelang akhir abad XV ini, Islam di Pulau Jawa mulai kuat. Saat terjadi penyerbuan oleh orang Islam terhadap Majapahit, prajurit kerajaan Hindu itu kalah dan Raja Brawijaya V menyingkir hingga kemudian mangkat. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Majapahit.

Setelah keruntuhan Majapahit, Sunan Ngampel Denta (wali tertua dalam Walisongo) menetapkan Raden Fatah sebagai Raja Jawa menggantikan ayahnya. Tentu saja, dengan pemerintahan Islam.

Raden Fatah, dibantu para wali, kemudian memindahkan pusat kekuasaan dari Surabaya ke Demak sekaligus menyebarkan agama Islam di daerah ini. Atas bantuan penguasa dan rakyat di daerah yang sudah lepas dari Majapahit, antara lain Tuban, Gresik, Jepara, Raden Fatah mendirikan Kerajaan Islam Demak sekitar tahun 1481 M.

Dia menjadi raja pertama dengan gelar Jimbun Ngabdur-Rahman Panembahan Palembang Sayidin Panata Agama. Raden Fatah yang wafat sekitar tahun 1518 M, digantikan putranya, Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor yang wafat tahun 1521 M.

Pengganti Pati Unus adalah Pangeran Trenggono (wafat tahun 1546 M). Wafatnya Sultan ketiga Demak ini merupakan awal dari kisruh berkepanjangan di kerajaan Islam yang sempat punya pengaruh besar di Nusantara itu. Tahta kerajaan menjadi rebutan antara saudara Trenggono dengan putranya.

Saudaranya, yang dikenal sebagai Pangeran Seda Ing Lepen dibunuh putra Trenggono, Pangeran Prawata. Prahara berlanjut dengan pembunuhan terhadap Prawata oleh Putra Seda Ing Lepen, Arya Penangsang atau Arya Jipang pada tahun 1549 M.

Menantu Trenggono, Pangeran Kalinyamat, juga dibunuh. Arya Penangsang akhirnya wafat dibunuh Adiwijaya. Menantu Trenggono yang terkenal sebagai Jaka Tingkir, Adipati penguasa Pajang ini kemudian memindahkan pusat kerajaan ke Pajang. Dengan demikian, berakhir pula kekuasaan Demak pada tahun 1546 M setelah berjaya selama 65 tahun.

Akibat kemelut itu, sebanyak 24 orang keturunan Sultan Trenggono (artinya, keturunan Raden Fatah) hijrah ke Palembang di bawah pimpinan Ki Gede Sido Ing Lautan. Setelah Ki Gede Sido Ing Lautan yang sempat berkuasa di Palembang wafat, digantikan putranya, Ki Gede Ing Suro. Karena raja ini tidak memiliki keturunan, dia digantikan saudaranya, Ki Gede Ing Suro Mudo.

Written by: Taufik Wijaya


Komplieks Makam Ki Gede Ing Suro


Kompleks Makam Ki Gede Ing Suro

Komplek Pemakaman Sabokingking



Dilalui Kapal Besar, Tempat Pertemuan Wali Serta Raja, Cukup banyak komplek pemakaman raja Palembang. Salah satu yang tertua dan cukup unik, komplek pemakaman Sabokingking, di kawasan I Ilir, Sungai Buah, Kecamatan Ilir Timur (IT) II.

Dari letaknya yang dikelilingi sungai, konon sebelum menjadi areal pemakaman, tempat ini merupakan tempat pertemuan. Para ulama serta raja Palembang. Wajar jika Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Palembang menjadikan areal pemakaman Sabokingking menjadi objek wisata. Dari letaknya saja termasuk unik. Kawasan ini dikeliling perairan sungai. Yakni anak sungai Musi, sungai Buah.

Airnya pun hingga kini masih terjaga. Terlihat jernih, berbeda dengan anak-anak sungai Musi lain yang kebanyakan menghitam dan menimbulkan bau tidak sedap akibat sampah buangan masyarakat.

Keterangan juru kunci makam Sabokingking, Zulkifli Madinah, sebelum dinamakan dengan Sabokingking, nama tempat ini Istono Sobo. Yang berarti tempat pertemuan. Mereka yang sering melakukan pertemuan adalah ulama dan para wali.

Nama Istono Sobo berganti menjadi menjadi Sabokingking setelah para raja kerajaan Palembang ikut dalam pertemuan tersebut. Yang cukup mengejutkan, keterangan Ujang, sapaan akrab Zulkifli Madinah, para ulama serta raja itu pergi ke Sabokingking dengan menggunakan kapal-kapal besar.

Dilihat dari keadaan sungai Buah yang mengelilingi areal pemakaman saat ini, sulit dipercaya jika kapal-kapal besar dapat melalui sungai tersebut. Hanya saja, Ujang yang menggantikan ayahnya, Madinah Yahya sebagai juru kunci menyakini, pada abad ke 17, saat tempat tersebut digunakan sebagai tempat pertemuan, sungai Buah masih lebar dan dalam.

Bisa jadi, karena sejak dulu Palembang mendapat julukan Venesia dari Timur karena ratusan anak sungai Musi yang ada. Sehingga, para ulama berasal dari Yaman, Persia termasuk para raja yang istananya kala itu berada di kawasan PT Pusri dapat merapatkan kapal.

“Bukti kongkritnya, di daerah ini ada empat lorong yang dinamakan lorong Kemudi. Karena masyarakat pernah menemukan kemudi kapal besar di sungai,” jelasnya.

Era Ratu Sinuhun, Ciptakan UU Simbur Cahaya

Di dalam serta luar bangunan komplek, terdapat 41 makam. Di dalam, makam utamanya ialah makam Pangeran Ing Kenayan bersama istrinya Ratu Sinuhun serta Habib Muhammad Nuh yang merupakan guru besar dari Yaman dan menjadi penasehat kerajaan.

Makam lain, berada di tingkat bawah para hulubalang serta panglima Abdurahman. Nama yang satu ini, menurut Ujang selain sosok panglima perang juga merupakan ulama besar yang menyebarkan agama Islam di Palembang.

Pangeran Ing Kenayan serta Ratu Sinuhun sendiri berkuasa pada tahun 1622. Dilihat dari silsilah, termpampang di luar makam, antara Pangeran Ing Kenayan serta Ratu Sinuhun berada di satu garis keturunan. Mereka masih keturunan Ki Gede Ing Suro.

Ayah Ki Gede Ing Suro sendiri merupakan Sido Ing Lautan. Seorang bangsawan Jawa yang datang bersama pengikutnya ke Palembang pada abad ke 16. Kemudian ia digantikan oleh putranya yang bernama Ki Gede Ing Suro pada tahun 1552 dan mendirikan Kerajaan Palembang.

Pada masa pemerintahan Ratu Sinuhun sendiri, diyakini sebagai era diciptakanya UU Simbur Cahaya. Bahkan, Ratu Sinuhun inilah dikatakan sebagai pencipta UU tersebut. Yang mengatur masalah adat istiadat di Sumsel.

Berbagai masalah diatur dalam UU ini. Seperti adat bujang gadis dan perkawinan, marga dan aturan kaum, aturan dusun dan berladang, masalah pajak, serta hukuman. Pada masa penjajahan Belanda hingga kini pun, UU Simbur Cahaya masih digunakan.

“Salah satunya contohnya gotong royong. Istilah gotong royong itu berasal dari UU Simbur Cahaya,” ungkap Ujang.

Ratu Sinuhun sendiri kemudian dimakamkan di dekat suaminya, Pangeran Ing Kenayan yang lebih dulu meninggal. Setelah diikuti para pengikutnya.

Hingga kini banyak masyarakat dari berbagai penjuru berdatangan ke pemakaman ini. Untuk berziarah dan berdoa, meminta kepada Allah SWT melalui para ulama ini. Inilah yang menyebabkan masyarakat setempat terlihat banyak berjualan kembang untuk berziarah. Pengunjung lebih banyak pada Maulid Nabi dan bulan Suro.

“Bukan meminta kepada makam. Tapi melalui perantara ulama dan auliya’ ini. Doa itu kan lebih cepat dikabulkan jika melalui perantara orang yang dekat dengan Allah,” tandas Ujang. (wwn)

Written by: Samuji Selasa, 07 Juni 2011 11:25 | Sumeks Minggu

Wednesday, 26 September 2012

Hindari Berlayar Malam

Keberangkatan Pagi Ditiadakan

PALEMBANG -- Pekatnya kabut asap pagi hari sepertinya mulai berdampak luas. Kalau akhir pekan lalu, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga mengeluarkan surat edaran pengubahan jam masuk sekolah dan jam kerja PNS oleh pemerintah kota, kemarin, giliran Dinas Perhubungan. Mereka mengimbau para nelayan dan seluruh angkutan sungai kapasitas kecil tidak berlayar malam hari.

"Meskipun jarak pandang belum terganggu, namun dikhawatirkan bisa mengakibatkan kejadian yang tidak diinginkan. Sebut saja kapal hilang atau tabrakan sesama kapal. Makanya hindari berlayar malam hari," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Palembang Masripin melalui Kepala Bidang Hubungan Laut dan ASDP (Angkutan Sungan dan Penyeberangan) Said Albar, kemarin.

Menurut Said, kapal kecil sangat riskan lantaran tidak disertai alat navigasi yang baik. "Kapal kecil tidak mempunyai radio untuk melacak keberadaan. Lampu yang diimiliki juga terkadang tidak mampu mengantisipasi pekatnya kabut," ujarnya.

Hanya, sejauh ini pihaknya belum menerima laporan dari nakhoda kapal, terkait terganggunya jarak pandang dari kabut asap. "Jarak pandang masih di atas 1.000 meter. Lagian, kita juga belum menerima maklumat dari Kementerian Direktur Jenderal Perhubungan Laut dan Kementerian Perhubungan untuk menghentikan pelayaran," ujarnya.

Walau belum menerima maklumat, jelas Said, apabilakeberadaan kabut asap sudah menngganggu jarak pandang pihaknya segera mengusulkan ke Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan agar mengeluarkan maklumat larangan berlayar. "Harapan kita, jangan sampai ada kecelakaan dulu, baru keluar maklumat,"

Selain itu, untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan kapal motor penumpang (KMP), pihaknya melakukan penundaan terhadap jadwal keberangkatan pagi hari. "Biasanya KMP berangkat pukul 08.00 WIB, tetapi sekarang jadwal berangkat pukul 11.00 WIB. Sehingga saat ini pemberangkatan pagi hari kita tiadakan," bebernya.

Menanggapi kabut asap yang terjadi di Palembang, Wali Kota Palembang Ir H Eddy Santan Putra menjelaskan harus ada koordinasi yang baik antarkabupaten dan kota untuk mengatasi kabut asap. "Ya, seperti yang diketahui. Kabut asap yang dirasakan di Palembang adalah kiriman dari daerah lain. Sebab banyak lahan terbakar karena suhu udara meningkat," jelasnya.

Untuk diketahui, berdasarkan hasil pengecekan udara yang dilakukan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Palembang di sejumlah titik yakni Kambang Iwak, Bundaran Air Mancur, Jl Merdeka, depan Kantor Wali Kota dan lainnya tercatat bahwa tingkatan Particulate Matte (PM10) sudah 233 ug/NM3. Padahal idealnya hanya 150 ug/NM3. Bahkan, beberapa parameter lainnya pun sudah di atas baku mutuh yang ditetapkan sepert SO2 di atas 900, NO2 di atas 400 dan CO2 (karbondioksida) di atas 10 ribu lebih.

Sementara itu, Kepala UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Ahmad Taufik mengatakan, sejauh ini hujan belum turun di wilayah Palembang sehingga dikhawatirkan kabut asap semakin pekat.

"Nah, besok (hari ini, red) kita melakukan pelepasan petugas untuk melakukan operasi darat. Tahap pertama kita lakukan pelepasan di Kabupaten Banyuasin, tepatnya di Markas Manggala Agni Pangkalan Balai," jelasnya.

Petugas tersebut, tambah dia, bakal menjalankan operasi darat selama dua minggu. Selanjutnya, setelah pelepasan di Banyuasin, pihaknya bakal melakukan pelepasan petugas operasi darat di daerah lain seperti OKI, Muara Enim dan lainnya.

terkait upaya water booming, Taufik mengatakan, langkah tersebut akan dilakukan bersamaan tapi tahap awal pihaknnya mengutamakan operasi darat. "Water booming kita lakukan untuk daerah yang susah untuk dijangkau dari operasi darat." (cj7/ce2)

Imbauan Dinas Perhubungan Kota Palembang
Bidang Hubungan Laut dan ASDP



Angkutan sungai dan kapal kecil dilarangan berlayar malam hari

Jarak pandang belum dikeluhan nakhoda kapal

Perubahan jadwal keberangkatan kapal dari pukul 08.00 WIB menjadi pukul 11.00 WIB

Apabila kabut mengganggu jarak pandang, segara usulkan maklumat untuk pelaranngan kapal berlayar

Sumatera Ekspres, Rabu, 26 September 2012

AirAsia Delay Dua Jam

PALEMBANG Sebanyak 85 penumpang pesawat AirAsia AK 1302 tujuan Kuala Lumpur (KL) harus tertunda penerbangan selama dua jam. Penyebabnya, pesawat tersebut mengalami permasalahan teknis yang menyebabkan gagal take off dari Kuala Lumpur menuju Palembang sehingga memaksa penupang harus berganti pesawat.

Demikian diungkapkan Lana, petugas informasi bandara, saat ditemui wartawan koran ini, kemarin (25/9). Menurut dia, pesawat yang harusnya landing pukul 13.30 WIB, hingga pukul 15.00 WIB belu ada perkiraan kapan landing.

"Delay kali ini terjadi karena masalah teknis. Bukan kabut seperti hari sebelumnya. Hari ini (kemarin, red) penerbangan di Bandara SMB II tergolong normal dan tidak ada penundaan penerbangan," katanya.

Tadi, kataa Lana, ada juga penumpang yang akan berangkat dan keluarga penumpang yang bertanya terkait belum landing-nya pesawat AirAsia. "Tampakny, keluarga penumpang tersebut agak kesal dengan penundaan penerbangan tersebut," tambah Lana.

Pesawat dari Kuala Lumpur yang delay, lanjut Lana, jelas berakibat pada penundaan jadwal keberangkatan (take off) untuk penumpang di Bandara SMB II. Karena pesawat yang melakukan take off adalah pesawat yang baru saja landing atau bergantian. "Jadwal AK 1303 tujuan KL 14.00 WIB sampai sekarang pun belum berangkat. Kemungkinan pesawat trsebut akan landing pada pukul 15.00 WIB nanti," jelasnya.

Eko, keluarga penumpang yang ditemui wartawan koran ini di terminal kedatangan internasional mengaku, sudah menunggu keluarganya sejak pukul 13.00 WIB. Namun hingga pukul 15.00 WIB, pesawat dari KL tersebut belum juga landing," tuturnya dengan wajah yang tampak kesal. (cj4/ce4)

Sumatera Ekspres, Rabu, 26 September 2012

Tuesday, 25 September 2012

Masih Kategori Pecinan



Menelusuri Jejak Perkampungan Warga Tionghoa di Palembang, Belum Masuk China Town
Masyarakat Tionghoa sejak dulu terkenal banyak merantau, menyebar di kota-kota besar berbagai negara. Di kawasan tertentu pada kota-kota tersebut, mereka kemudian menjadi masyarakat mayoritas hingga kawasan ditinggali dikenal menjadi Pecinan atau kampung China bahkan dengan sebutan China Town. Bagaimana di Palembang?

Masuknya orang-orang China di Palembang sejauh ini masih dihubungkan dengan datangnya Laksamana agung Cheng Ho, diutus kaisar Yunglo yang merupakan kaisar dinasti Ming pada Tahun 1405. Selain terkenal sebagai penjelajah, penakluk, diplomat, serta pedagang, sebagai muslim ia juga melakukan dakwah. Namun, kedatangan Cheng Ho ke Palembang menurut salah seorang tokoh masyarakat Tionghoa, Fauzi Thamrin atas permintaan Raja Palembang kala itu.

Karena membawa puluhan kapal besar serta ribuan awak kapal, sang laksamana diminta untuk menangkap seorang bajak laut yang juga asal China. Jika dihubungkan dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho, kemungkinan dari ribuan awak sang laksamana, berasal dari berbagai penganut agama memilih tinggal dan menetap di Palembang. Meski banyak juga menyakini, masuknya warga keturunan ini karena mereka berlayar ke berbagai belahan dunia hingga Palembang karena pecahnya perang saudara di negeri asal.

Yang pasti, sejak awal menetap di Palembang, awal kemerdekaan hingga akhir tahun 1998, kehidupan masyarakat Tionghoa terbilang sulit dan akibat terdiskriminasi. Pada zaman Kesultanan Palembang, hingga Belanda berkuasa, mayoritas masyarakat China harus tinggal diatas rumah rakit sepanjang sungai Musi. Mereka baru bisa naik ke darat jika masuk kategori orang-orang berpendidikan, atau menjadi buruh angkut seperti penarik becak (becak China, red) bagi pejabat Belanda.

Ikut mengangkat senjata melawan penjajah, ketika Indonesia merdeka, seluruh orang-orang China ini diizinkan tinggal di daratan. Tapi kala itu mereka terbelah. Karena masih dianggap masyarakat datangan, sebagian besar di disentralisasi di kawasan Talang Buruk, Kelurahan Karya Baru, Kecamatan Sukarami. Kawasan ini sekarang bisa dikatakan maju. Dengan masuknya berbagai investor membangun berbagai perumahan. Namun dibawah tahun 2000 saja, kawasan ini masih tergiang sebagai kawasan hutan jarang dimasuki penduduk. Karena masih banyak masyarakat China bercocok tanam dan beternak. Kawasan satu ini pun masuk sebagai perkampungan China alias Pecinan. Sulitnya mengatakannya sebagai China Town.

“Mereka yang menetap di Talang Buruk usai kemerdekaan karena tidak mendapat status Warga Negara Indonesia (WNI). Tempat itu dulu kan masuk Kabuaten Muba, bukannya Palembang. Tempat itu hutan, jadi hanya bisa untuk berkebun dan beternak,” ungkap Fauzi Thamrin.

Bagi masyarakat China yang sudah mengantongi status WNI, usai kemerdekaan mereka kebanyakan berada di kawasan pasar 16 Ilir dan sekitarnya. Sebagai pusat ekonomi perdagangan, tempat ini paling pas mengais rezeki. Kisah-kisah sulit dialami warga China usai kemerdekaan di kawasan kumuh tersebut. Karena sejak zaman pemerintahan Soekarno mereka sudah di diskrimanasi, diperpanjang hingga zaman Soeharto, warga keturunan ini dipaksa harus banting tulang.

Fauzi Thamrin kecil yang lahir di Palembang, tepatnya di Lrg Becak kawasan pasar 16 Ilir tahun 1948 pernah mengalami pahit getirnya hidup. Pagi jual kue, lanjut dengan jualan koran, sekolah kemudian kembali berjualan koran pernah dilakoninya. Termasuk menjual tas, jaket ia hadapi. Sebuah foto usang hitam putih terbungkus plastik menggambarkan anak kecil menenteng koran sempat ditunjukan Fauzi Thamrin kepada koran ini. “Ini foto saya sewaktu kecil. Ini jadi kenangan saya. Memang saya pernah jual koran. Mau foto ini dibeli seratus juta pun saya tidak mau,” ungkap Fauzi tersenyum.

Gambaran foto Fauzi Thamrin kecil memberikan gambaran begitu sulitnya kehidupan warga keturunan saat itu. Ketika mereka dibatasi ruang geraknya, menjadi pedagang dalam berbagai bidang ekonomi sebagai satu-satunya jalan, harus dilakoni untuk bertahan hidup. Nah, dirunut ke belakang, orang-orang China di Palembang berasal dari berbagai Provinsi di tempat asal mereka, negeri Tiongkok. Seperti orang-orang Hokkian cenderung melakukan jual beli sembako, Tiociu hasil bumi, Hakka membuka toko besi, Hupei membuka jasa pemasangan gigi palsu, termasuk Anxi lebih banyak berkebun dan berternak.

Kecenderungan berusaha dari negeri asal ini juga dibawa orang China menggais rezeki di Palembang. Dengan prinsip taqwa, tekun, tabah, teliti dan tepat (5T), dari tiap generasi mereka pun melejit. Yang ada sekarang, keturunan Tionghoa lah yang menjadi penguasa. Membalikan keadaan dari masa lalu. Meski tidak segemerlap dibandingkan kawasan China Town diluar negeri, kawasan Jl Sayangan, Jl Segaran, Jl Kebumen masuk daerah pasar 16 Ilir, kini ibarat China Townnya Palembang. Karena kawasan ini belum seelite kawasan China Town di luar negeri seperti di Amerika. Sepintas, masih banyak masyarakat pribumi terlihat beraktivitas. Dibaliknya, keturunan dari negeri bambu inilah yang jadi bos.

Ketika Imlek ke 2563, jatuh tanggal 23 Januari lalu, suasana Chinese tidak hanya kental berada di kawasan tersebut. Di kawasan 9, 10, 11, 14 Ilir kini banyak ditinggali orang China. Dempo Dalam dan Luar, Jl Veteran dan Jl Rajawali, hingga masuk ke kawasan puncak Sekuning Bukit Besar. Bergesernya status sosial masyarakat China yang kini makin maju, terutama di bidang ekonomi bisa jadi ada unsur terpaksa, dipaksa dan memaksa. Karena sejak awal, mereka harus dipinggirkan. Sulitnya mereka masuk sebagai anggota TNI/POLRI, PNS, hingga menempuh jenjang pendidikan tinggi ketika zaman Soekarno hingga Soeharto jadi alasan mereka terpaksa berkecimpung di bidang perdagangan.

Ketika mereka maju, Mei 1998 mereka juga menjadi kambing hitam amukan masyarakat yang marah terhadap pemerintahan Soeharto. Kerugian harta benda warga keturunan yang dijarah, dibakar, belum lagi korban pemerkosaan di berbagai penjuru negeri, kemudian melahirkan sebuah organisasi yang kini dikenal dengan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Sumsel. Yang sempat dipimpin oleh Fauzi Thamrin hingga tahun 2010 lalu. (wwn)

dan sekitarnya penguasanypenguasa ekonomi di Palembang.

idup rukun dengan anak buah kapalnya yang terdiri dari berbagai penganut agama seperti Islam, Taoisme, Buddhinisme, Konfusianisme

Namun, Sebagian besar daerah yang pernah disinggahi oleh Cheng Ho menjadi pusat perdagangan. Pada setiap tempat persinggahannya, Cheng Ho menybarkan kebudayaan, karya seni, serta agama

Pecinan atau Kampung Cina (atau Chinatown dalam Bahasa Inggris) merujuk kepada sebuah wilayah kota yang mayoritas penghuninya adalah orang Tionghoa. Pecinan banyak terdapat di kota-kota besar di berbagai negara di mana orang Tionghoa merantau dan kemudian menetap seperti di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Asia Tenggara

[sunting] Asal mula Pecinan

Pecinan pada dasarnya terbentuk karena 2 faktor yaitu faktor politik dan faktor sosial.

• Faktor politik berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah-wilayah tertentu supaya lebih mudah diatur (Wijkenstelsel). Ini lumrah dijumpai di Indonesia di zaman Hindia Belanda karena pemerintah kolonial melakukan segregasi berdasarkan latar belakang rasial. Di waktu-waktu tertentu, malah diperlukan izin masuk atau keluar dari pecinan (Passenstelsel) semisal di pecinan Batavia.

• Faktor sosial berupa keinginan sendiri masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan dapat saling bantu-membantu. Ini sering dikaitkan dengan sifat ekslusif orang Tionghoa, namun sebenarnya sifat ekslusif ada pada etnis dan bangsa apapun, semisal adanya kampung Madras/ India di Medan, Indonesia; kampung Arab di Fujian, Cina atau pemukiman Yahudi di Shanghai, Cina.

heng He / Sampoo Kong / Sam Poo Thay / Dam Pu Hawang atau yang kita kenal dengan nama Laksamana agung Cheng Ho diutus oleh kaisar Yunglo yang merupakan kaisar dinasti ming pada Tahun 1405 untuk berlayar ke asia tenggara dan asia selatan sampai ke pantai timur afrika.

Cheng Ho sendiri berasal dari suku bangsa Hui di provinsi Yunnan. Ia adalah seorang penjelajah, penakluk, diplomat, serta pedagang. Perjalanan yang ia lakukan lebih merupakan goodwill mission dan dakwah. Ia memulai pelayaran pertamanya dengan membawa 62 kapal junk ( kapal besar ) yang membawa ribuan awak kapal dengan tujuan samudera pasai, Lambri ( Aceh Raya ) dan Palembang. Sebagian besar daerah yang pernah disinggahi oleh Cheng Ho menjadi pusat perdagangan. Pada setiap tempat persinggahannya, Cheng Ho menybarkan kebudayaan, karya seni, serta agama. Cheng Ho adalah seorang muslim dan ia dapat hidup rukun dengan anak buah kapalnya yang terdiri dari berbagai penganut agama seperti islam, taoisme, buddhinisme, konfusianisme.

Pada perjalanannya yang ke tujuh, Cina menjadi kekuatan angkatan laut yang tak tertandingi sehingga pada saat itu, banyak rakyat Tionghoa yang bermigrasi ke luar negeri termasuk ke Indonesia. Kebanyakan dari imigran tersebut adalah pedagang kecil, seniman, pekerja keras di persawahan, dan buruh. Imigran – imigran ini disebut tionghoa perantauan

( Huaqiou ). Pada tahun 1900 – 1930, migrasi orang tionghoa ke asia tenggara berkembang pesat hingga 50 – 60 %.

Menurut Danandjaja (2007 : 47) Beberapa anak buah Ceng Ho memutuskan untuk tinggal dan menetap di wilayah Indonesia. Mereka membuka lahan pertanian, berniaga, membangun rumah, dan menikah dengan penduduk setempat.

Lambat laun, orang – orangtionghoa perantauan mulai mengganti nama mereka menjadi nama pribumi, menikah dengan warga pribumi, dan berbaur dengan berbagai suku di Indonesia. Banyak orang – orang Tionghoa perantauan yang sukses berbisnis di Indonesia sehingga semakin banyak orang – orang cina yang bermigrasi ke Indonesia. Apalagi sebagian besar orang Tionghoa perantauan memiliki guanxi ( koneksi ) dengan kerabatnya di cina sehingga,bmemperbesar daya tarik orang – orang cina untuk bermigrasi ke Indonesia.

Menurut zien ( 200 : 56 – 58 ) Pada tahun 1500 – 1900 di Banten, orang Tionghoa perantauan bahkan ada yang sampai menduduki jabatan resmi kerajaan dalam urusan administrasi, pemegang pembukuan pembendaharaan, tukang timbang, dan juru bahasa. Para pedagang Tionghoa juga memiliki peran yang besar dalam mengembangkan kota – kota serta pelabuhan seperti di Banten, Aceh, dan Palembang. Oleh orang – orang belanda, kaum tionghoa digolongkan sebagai ‘timur asing’ yang memiliki beberapa keleluasaan seperti dikelompokan dalam enchave ( daerah kolong ), pemukiman yang biasa kita sebut dengan pecinan. Orang Tionghoa perantauan memiliki populasi lebih dari 55 juta orang pada tahun 1991.

Pada awal orde baru, perkumpulan masyarakat tionghoa tumbuh dengan leluasa. Keleluasaan ini mulai dianggap buruk dan dianggap sebagai diskriminasi oleh masyarakat pribumi. Mereka beranggapan bahwa orang – orang Tionghoa diberi hak khusus dan diistimewakan dalam hal berbisnis oleh presiden maupun pejabat Negara. Pada masa itu, masyarakat Tionghoa mulai dijadikan kambing hitam dan diperlakukan buruk hingga mencapai puncaknya pada bulan mei 1998 di Jakarta dan beberapa kota di jawa.saat itu terjadi penjarahan, pembakaran rumah dan toko, pemerkosaan, penganiayaan terhadap warga tionghoa, bahkan pembunuhan.

Pada masa ini di Jawa dikenal istilah:

Totok yang merupakan istilah untuk memanggil orang Tionghoa yang baru masuk ke Indonesia atau orang tuanya baru masuk ke Indonesia. Dan belum lama tinggal di Indonesia

Baba yaitu istilah yang dipakai untuk memanggil orang Tionghoa yang telah lama, turun temurun tinggal di Indonesia.

Di era reformasi, terlihat sejumlah usaha Presiden B .J. Habibie untuk merangkul minoritas cina. Antara lain dengan digunakannya kata ‘ Suku Tionghoa ‘ untuk menyebut warga negara Indonesia keturunan cina; kode KTP( kartu tanda penduduk ) berupa inisial K - 1 dihapuskan.

Written by: Samuji Selasa, 31 Januari 2012 11:09 | Sumeks Minggu

Cerita Tutur Asal Mula Pempek



Ditemukan China Rakit, Tiru Bakso Daging
Pempek sudah sangat familiar. Makanan khas wong Plembang ini sudah diproduksi di Sumsel, terkenal hingga nasional dan mancanegara. Namun, tak banyak yang mengetahui bagaimana sejarah ditemukannya makanan dengan bahan daging ikan ini? Berdasarkan cerita tutur, pempek ternyata ditemukan warga China yang hidup di rumah rakit pada masa Kesultanan Palembang Darussalam. Benarkah?

Dulu, pempek bisa dikatakan makanan pinggiran. Banyak dijual oleh Pedagang Kaki Lima (PKL), Mereka berjalan atau bersepeda menelusuri jalan-jalan kecil di perkampungan. Pembelinya pun harus jongkok untuk menyantapnya. Kini, makanan ini masuk kategori elite. Ini setelah kian menjamurnya penjual empek-empek di pertokoan atau ruko.

Makanan ini kerap dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan luar dalam jumlah besar. Tidak hanya skala nasional, termasuk luar negeri. Kuah berupa cuko pedas manis ibarat candu. Membuat siapa yang pernah mencicipinya, menjadi ketagihan dan terus mencari makanan ini.

Meski sangat populer di kalangan wong Plembang, Sumsel, nasional hingga mancanegara, tak banyak mengetahui asal mula ditemukannya makanan yang satu ini. Nah, dari keterangan Tokoh masyarakat Tionghoa, Fauzi Thamrin yang kini menjadi Dewan Kehormatan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Sumsel, empek-empek yang akrab disebut pempek, dulunya ditemukan oleh orang China yang pada masa Kesultanan tinggal dirumah rakit.

“Cuma ini cerita turun temurun (cerita tutur,red) yang kami dapat dari orang-orang tua,” ungkap Fauzi Thamrin ditemui koran ini di kantor PSMTI, Jl Dempo Luar nomor 433, Rabu (2/11) lalu.

Pada edisi minggu lalu, Sumeks Minggu telah mengupas kehidupan di rumah rakit. Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam abad ke 17 hingga 19, Sultan mengeluarkan kebijakan politik bagi para pendatang, terutama warga negara asing (WNA) untuk tinggal di rumah rakit.

Para pendatang ini, umumnya warga China dan Belanda. Dari kehidupan di rumah rakit inilah, warga China menemukan empek-empek. Cerita Fauzi Thamrin, seorang lelaki tua keturunan China menikah dengan seorang wanita campuran (China-Pribumi). Wanita inilah yang kemudian pertama kali mengeluarkan ide mencampurkan daging ikan dengan tepung sagu.

Diketahui, pada abad 17 hingga 19, anak-anak sungai Musi masih sangat banyak. Ikan didapat dari sungai ini pun sangat berlimpah. Biasanya, ikan didapat, oleh wong kito sebatas dibuat pindang atau digoreng. Oleh wanita keturunan China-Pribumi inilah, daging ikan dicampurkanya dengan tepung sagu.

Fauzi Thamrin menyakini, ide membuat pempek ini terinspirasi dari makanan khas negeri Tiongkok, yakni bakwan. Makanan ini berasal dari tepung yang bisa dicampur dengan daging sapi, babi, udang hingga ikan. “Cuma makannya dicampur kuah biasa. Dulu namanya bakwan. Sekarang disebut bakso daging,” jelas Fauzi.

Oleh sebab itu, Fauzi menyakini, pertama kali ditemukan jenis pempek dulunya seperti pentol bakso. Atau yang sekarang kita sebut dengan pempek ada’an. “Cuma, kalau bakwan itu agak kecil. Kalau pempek agak besar,” lanjutnya.

Nama pempek sendiri ada cerita sendiri. Sang suami yang menjadi penjual keliling, saat itu kemungkinan belum menemukan nama bagi makanan ditemukan istrinya. Oleh masyarakat yang hendak membeli makanan tersebut, warga hanya memanggil penjual dengan sebutan “pek”. Singkatan apek, yang sering melekat pada orang China. “Dari kata pek, pek itu jadilah nama pempek,” tegas Fauzi.

Terus Berkembang dan Bergeser
Pada perkembangannya, dibuat yang namanya cuko (terbuat dari gula merah, bawang putih dan cabe, red), pendamping pempek. Inilah pasangan paling pas menyantap pempek. Selain itu, jenis pempek yang dikenal saat ini, seperti pempek kapal selam (isi telor,red), lenjer, isi tahu, kerupuk, pempek kulit merupakan perkembangan. Termasuk pempek yang dikembangkan dengan kuah, dikenal dengan tekwan serta model. “Model itukan dari pempek isi tahu,” celetuk Fauzi.

Selain direbus, digoreng, divariasikan dengan kuah, pempek juga kini dipanggang. Itulah yang sekarang disebut dengan pempek panggang, termasuk lenggang. Atau diberi kuah santan yang sekarang disebut dengan celimpungan serta laksan. Ada juga yang namanya kerupuk kemplang, yang konon tercipta dari pempek yang awal tidak laku dijual, dijemur lalu digoreng.

Meski terus berkembang, pempek inipun mengalami perseran. Yang kasat mata, penggunaan ikan. Jika dulu identik dengan ikan belido, akibat sulitnya mencari ikan kelas satu ini, masyarakat menggunakan ikan gabus atau ikan delek yang umumnya hidup di rawa. Ikan laut seperti tenggiri, sarden pun kini juga sering digunakan. Bahkan, ikan apa saja pun asal bisa membuat pempek beraroma ikan digunakan orang.

Pempek Dempo, Tersisa Dari Rumah Rakit
Bicara masalah pempek memang banyak menjualnya. Termasuk orang-orang Jawa. Dari kaki lima hingga pertokoan. Namun, dari keterangan Fauzi dari sekian banyak penjual pempek, satu toko yang masih keturunan keturunan China rakit adalah Pempek Dempo, di kawasan Jl Lingkaran Dempo Luar, samping MDP.

Penjual di toko yang kerap disebut toko garasi (karena bentuk tokonya mirip garasi mobil,red) sudah ada sejak tahun 1986 lalu. Penjualnya pun orang China yang logatnya sudah seperti wong kito.

Toko pempek grasi ini masih menggunakan ikan belido atau ikan putak (belido ukuran kecil, red). Inilah yang membuat pengunjungnya tak pernah sepi. “Ikan belido atau putak itu tidak amis. Rasanya juga manis. Itu memang ikan kelas satu. Kami dapat dari dusun. Kalau gak dapat ikan ini, kami pilih tidak jualan,” ungkap penjualnya, Ali. (wwn)

Written by: Samuji Selasa, 08 November 2011 12:21 | Sumeks Minggu

Wali Murid Ngeluh


Kabut: Sejumlah anak SD tampak tidak menghiraukan kabut asap yang terjadi saat pergi sekolah, kemarin. Padahal penggunaan masker diperlukan agar terhindar dari ISPA. Saat ini, kebijakan pengubahan jam sekolah belum berjalan optimal karena sebagian sekolah belum menerima surat edaran

Asap Makin Tebal, Oktober Prediksi Hujan

PALEMBANG – Imbauan pemerintah kota agar semua sekolah baik tingkat SD, SMP maupun SMA sederajat mengundurkan jadwal pembelajaran akibat pekatnya kabut asap pagi hari belum sepenuhnya berlaku. Sejumlah sekolah tetap masuk pukul 07.00 WIB. Akibatnya, para anak didik itu harus menerobos pekatnya kabut yang memerihkan dan menyesakkan dada.

"Sudah pakai masker mas, tapi tetap saja dada sesak. Mata perih. Anak saya tetap masuk pukul 07.00 WIB. Khawatirnya sih kena ISPA," celoteh Rini, wali murid yang mengantar anaknya sekolah di kawasan Balayudha, kemarin.

Ia minta pejabat berwenang dalam hal ini Dinas Pendidikan Nasional agar tegas mengeluarkan instruksi sekolah mengundurkan jadwal belajar. "Kalau sebatas imbauan mungkin pihak sekolah tidak mengindahkan mas. Makanya perlu ketegasan."

Hal senada diungkap seorang wali murid SMPN 1. "Anak aku masih masuk pagi, sesuai jadwal. Belum ada perubahan. Tolonglah, mundurkan bae waktu masuk belajarnya. Kan bisa dimolorkan pada jam pelajaran terakhir," kata wanita berkacamata itu.

Untuk diketahui, sebelumnya pelajar masuk sekolah pukul 07.00 WIB. Hanya, sejak kemarin, mereka diharuskan masuk pukul 08.00 WIB. Sedangkan jam pulang sekolah untuk sekolah pagi tetap seperti biasa, pukul 13.00. Khusus pelajar yang masuk siang, jam masuk sekolah tetap tetapi jam pulang sekolahnya dipercepat. Biasanya pulang pukul 17.30, sekarang menjadi 16.30 WIB.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Palembang Drs Riza Pahlevi mengatakan surat edaran (SE) terkait kebijakan tersebut sudah diserahkan ke masing-masing sekolah di Palembang. “Ya, kemarin surat edarannya sudah kita edarkan. Tetapi sebenarnya pada Sabtu lalu, kita telah sampaikan ke sekolah secara lisan tentang adanya peraturan itu,” jelasnya kepada wartawan.

Dengan adanya peraturan itu, jelas Riza, berdampak pada pengurangan jam pelajaran siswa. “Karena waktu masuknya berubah, sehingga kita sesuaikan dengan peraturan itu. Jadi, masing-masing pelajaran waktunya dikurangi 5-10 menit,” bebernya. Peraturan tersebut bersifat situasional, apabila kabut asap sudah hilang dan tidak pekat maka jam masuk sekolah akan kembali seperti biasanya.

Menanggapi masih adanya beberapa sekolah yang belum menerapkan peraturan itu, Riza memperkirakan mereka belum menerima SE tersebut. "Kemungkinan juga ada beberapa sekolah yang belum tahu. Kalaupun, nanti masih ada sekolah yang belum menerapkan itu maka kita akan segera cek ke sekolah, itu melalui pengawas sekolah masing-masing,” jelasnya.

Sekadar mengingtkan, kabut asap yang menyelimuti wilayah Palembang dan sekitarnya sejak satu bulan terakhir diprediksi akan terus terjadi hingga akhir Oktober mendatang. Hal ini jelas harus diwaspadai oleh pengendara di kota ini, baik jalur udara, laut dan darat karena menggangu jarak pandang pengendara.

“BMKG memprediksi akhir Oktober baru turun hujan, tepatnya minggu ketiga," kata M Irdham, kepala BMKG Kelas II Kenten Palembang kepada Sumatera Ekspres, kemarin (24/9) Dikatakannya, meskipun terjadi hujan pada bulan Oktober, bukan berarti kabut akan secara hilang dari bumi Sriwijaya. “Tergantung potensi hujan yang berada di setiap titik api."

Irdham mengimbau, pengendara sepeda motor dan pilot maskapai penerbangan serta kapten kapal laut untuk waspada akan kabut yang hanya berjarak pandang di bawah 1.000 meter. Sebab, bisa menggangu jarak pandang.

Dijelaskannya, titik kebakaran yang terjadi di luar Palembang menjadi penyebab utama timbulnya kabut asap. Menurut pantauan BMKG, terdapat 1.774 titik api (hot spot) tersebar di wilayah Sumsel. “Terbesar dari Kabupaten OKI sebanyak 413 titik api. Disusul Mura (343), Muba (300), Muaraenim (226)."

Paling sedikit, di Prabumulih sebanyak dua titik api dan Palembang (3) serta tersebar di wilayah lainnya di atas 10 titik api. “Walau demikian, tebalnya kabut asap yang terjadi sejak akhir Agustus 2012 lalu ini, tidak separah pada 2011 lalu,” tukasnya. (cj7/cj9/ce2)

Sumatera Ekspres, Selasa, 24 September 2012

Revitalisasi Pasar 16 Ilir


Keliling: Wali Kota Palembang H Eddy Santana Putra saat keliling

Wali Kota Keliling Pasar, Prihatin Fasum

PALEMBANG – Pusat penjualan barang grosir di kota ini, Pasar 16 Ilir punya potensi besar menyaingi Tanah Abang Jakarta. Hanya, fasilitas umum (fasum) yang ada, banyak tidak terawat. Karenanya, Pemkot berencana merevitalisasi pasar tersebut.

Demikian diungkap Wali Kota Palembang, Ir Eddy Santana Putra MT saat inspeksi mendadak (sidak) ke Pasar 16 Ilir bersama jajarannya, pukul 08.00 WIB, kemarin. Dalam sidak yang berakhir pukul 10.00 WIB, itu Wako didampingi pejabat dari instansi terkait seperti Dinas Perhubungan, Satuan Polisi Pamong Praja Palembang, Dinas Kesehatan dan lainnya, keliling dengan berjalan kaki melihat kondisi drainase, penataan kabel, dan pipa pembuangan toilet hingga tidak teraturnya tata letak para pedagang.

Kedatangan Wako tak urung membuat warga tercengang. "Jangan jualan di sini bu! 'Kan menutup jalan pasar," kata Wako menasihati seorang pedagang.

Kepada wartawan, Wako mengatakan, ia sangat mengkhawatirkan kondisi fasum. "Jadi nanti kita lakukan revitalisasi. Kalau sudah ditata, pelayanannya akan semakin baik. PD Pasar dapat memperoleh pendapatan yang besar,” jelas Eddy.

Lanjutnya, potensi pasar 16 Ilir begitu besar. Yang diinginkan masyarakat bisa nyaman membeli kebutuhannya di pusat grosir tersebut. "Sekarang saya melihat masih banyak kabel listrik yang tidak rapi. Kita khawatir apabila tidak segera ditata maka dapat megakibatkan kebakaran akibat korsleting."

Eddy juga menekankan kepada PD Pasar untuk memperhatikan pipa pembuangan air dan kebersihan toilet. “Saat ini, toilet sudah baik, tetapi tetap harus dijaga. Begitu juga dengan pipa pembuangan yang mengarah ke Sungai Musi. Jangan sampai saluran itu mampet sehingga dapat menyebabkan banjir."

Menanggapi rencana revitalisasi pasar, Direktur Operasional PD Pasar Palembang Jaya, Ahmad Syamsudin mengatakan sejumlah fasilitas umum yang bakal direvitalisasi akan dikaji terlebih dahulu terutama soal dana. “Kita akui memang fasum di Pasar 16 banyak yang tidak terawat. Padahal potensi sangat besar. Malahan dapat menyaingi Pasar Tanah Abang,” jelasnya di sela-sela sidak.

Terkait dana, Syamsudin menjelaskan tetap terlebih dahulu menggunakan anggaran perusahaan. “Ke depan, kita rencanakan Pasar 16 Ilir disediakan tangga exavator dan lift. Nantinya, lift tersebut ada di lantai 3 dan 4,” tutur lagi.

Tujuannya, jelas untuk memberikan kenyamanan kepada pembeli sedangkan lift disediakan untuk membantu masuknya barang. Di samping itu, pria yang baru dua bulan menjabat direktur operasional itu mengatakan pihaknya akan menata barang dagangan setiap lantai di Pasar 16 Ilir. “Jadi, setiap lantai, itu barang yang dijual berbeda-beda. Misalnya lantai satu khusus untuk dagangan basah seperti sayur dan buah-buahan. Lantai 2 bisa jadi menjual pakaian dan seterusnya hingga lantai 5,” pungkasnya.

Ridwan salah satu pedagang baju di Pasar 16 mengatakan sangat mendukung penataan yang bakal dilakukan pemerintah kota. “Saya sangat setuju. Sebenarnya dari dulu kalau perlu segera ditata karena lokasi Pasar sangat strategis sehingga pasti yang berjualan di sini (Pasar 16 Ilir,red) pasti tambah banyak kalau sudah ditata,” ujarnya yang sudah 3 tahun berjualan baju anak. (cj7)

Sumatera Ekspres, Selasa, 24 September 2012

Nomor Satu Pengembang BRT


Pelopor: Kota Palembang menjadi yang nomor satu pengembang BRT. Saat ini, armada Transmusi sendiri mencapai 120 unit

Tahun ini, Kota Palembang menuai banyak penghargaan dalam hal pelayanan publik. Torehan penghargaan tersebut tidak terlepas dari kepemimpinan Wali Kota Palembang Ir H Eddy Santana Putra MT. Bahkan, tak jarang banyak daerah dan provinsi yang "berguru" ilmu ke Kota Pempek ini.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -



Salah satu di antara prestasi dibidag publik tersebut, Palembang berhasil meraih penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN) 2011. Palembang dinilai berhasil mengembangkan sistem trasportasi dan perhubungan melalui kehadiran Bus Rapit Transit (BRT) Transmusi.

Penghargaan langsung diserahkan oleh Menteri Perhubungan (Menhub) RI, EE Mangindaan, kepada Wali Kota Palembang Ir H Eddy Santana Putra MT di ruang Mataram Kementerian Perhubungan Jakarta, 29 Mei lalu. Ikut mennyaksikan perwakilan Wali Kota dan Bupati se-Indonesia. Pengharaan tersebut merupakan ketiga kalinya diraih setelah sebelumnya Palembang mendapat plakat dan Piala WTN bidang transportasi.

Bahder Johan, Direktur Utama PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya (PT SP2J) -- perusahaan yang membawakan salah satu unit usaha BRT menjelaskan, pada setiap pertemuan forum transportasi se-Indonesia, Transmusi selalu menjadi perbincangan bagi daerah lain. "Kita nomor satu dalam hal pengembang BRT. Jumlah armada kita paling banyak dibandingkan daerah lain. Alhamdulillah berkat komitmen Wali Kota Eddy Santana sehingga secara bertahap kita terus menambah armada," jelasnya.

Saat ini, Bahder mengatakan, jumlah armada Transmusi sudah 120 unit. Padahal awalnya, pemerintah kota mempunyai 25 unit armada. Tahun depan, pihaknya berencana menambah 80 unit Transmusi kembali.

Wali Kota Palembang Ir H Eddy Santana Putra menjelaskan, sebelumnya Pemkot meraih plakat WTN bidang transportasi. Nah, tahun ini dapat WTN dua bidang, yakni lalu lintas dan transportasi. "Apa yang diraih merupakan hasil kerja keras semua pihak dan masyarakat Kota Palembang," jelasnya.

Eddy berharap, penghargaan dapat terus dicapai pada tahun berikut. "Sekarang kita terus memperbaiki koneksitas modal transportasi, seperti jalan, sungai, kereta api, dan udara. semua koneksitas itu sebentar lagi akan selesai." (cj7/ce4)






Apa Kata Mereka.....?



Kuliah Naik Transmusi
Transmusi sudah menjadi pilihan bagi masyarakat Palembang untuk menjalani aktivitas sehari-hari, dari pelajar hingga mahasiswa, tak terkecuali para oranngtua. kondisi di dalam bus yang nyaman dan bersih menjadi menjadi alasan utama sebagian masyarakat memilih Transmusi dibandingkan bus kota dan angkot.

Mutiara (19), mahasiswi Bina Husada Angkatan 2011 mengaku senang dengan keberadaan Transmusi di Palembang.

"Wah, saya sudah sejak kuliah selalu pergi dan pulang naik Transmusi, Kak," ujarnya ketika menunggu di halte BRT Transmusi depan Masjid Agung Palembang, kemarin.

Alasannya? Tiara, sapaan akrabnya, mengatakan, naik Transmusi itu aman, nyaman, dan bersih. (cj7/ce4)

Tidak Kejar Setoran
Tabroni AK (40), sopir BRT Transmusi mengatakan, sangat nyaman dan enjoy dalam menjalankan profesinya sebagai sopir Transmusi. Dia memulai profesi tersebut sejak 2009 melalui proses seleksi yang diakuinya sagat ketat.

"Alhamdulillah, kerjanya nyaman dan tidakk kejar setoran, mas," ujar Tabroni yang sebelumnya adalah sopir bus kota jurusan Kertapati-Alang-Alang Lebar itu. Diakuinya, kepemimpinan Wali Kota Eddy Santana Putra sudah bagus karena memperhatikan permasalahan masyarakat, khusunya di bidang transportasi.

Ke depan, pria kelahiran Baturaja Bungin OKUT 15 Juli 1972 itu, menuturkan akan tetap menjalani profesi sebagai sopir Transmusi. "Saya senang dpat melayani masyarakat dengan menjadi sopir Transmusi," bebernya. (cj7/ce4)

Jangan Terlena
Pengamat transportsi Universitas Sriwijaya, Dr Erika Buchari, mengingatkan penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN) 2011 yang diperoleh Palembang jangan sampai membuat pemerintah kota terlena. Penghargaan itu hendaknya semakin meningkatkan pengawasan terhadap transportasi yang ada.

"Boleh bangga, tapi evaluasi tetap jalan," imbuhnya.

Dikatakan, monitoring terhadap lalu lintas perlu lebih diperhatikan, terutama Jembatan Ampera. Saat ini frekuensi kendaraan yang melintas sudah ramai sehingga keberadaan jembatan penunjang perlu perlu direalisasikan untuk mengantisipasi kemacetan di Jembatan Ampera. "Lihat saja, satu saja mobil mogok di atas Jembatan Ampera, pasti terjadi macet panjang. Dampaknya, kendaraan numpuk di atas jembatan dan itu menjadi beban Ampera," ujarnya.

Terkait kampanye transportasi hijau dengan perluasan lajur sepeda yang diterapkan Pemkot Palembang, Erika mengaku, sepakat dengan program tersebut. "Sekarang Palembang butuh pengadaan transportasi hijau. Kita talah lama meminta pemerinta Palembang untuk menggalakkan transportasi hijau," pungkasnya. (cj7/ce4)

Sumatera Ekspres, Selasa, 25 September 2012

Monday, 24 September 2012

Geliat Taman Nusan Indah



Dari Masa Ke Masa, Pesonanya Memudar, Tak Lagi “Menggairahkan”
Taman Nusa Indah bisa jadi taman kota pertama di metropolis. Taman ini diyakini dibangun setelah selesainya pembangunan Jembatan Ampera sekitar tahun 1965 lalu. Hingga era tahun 1990, taman Nusa Indah sangat dikenal.

Mulai era tahun 2000, pesonanya seperti memudar tak lagi “menggairahkan”. Apa sebab?, Cukup sulit menggambarkan wajah lama Taman Nusa Indah. Tak banyak lagi orang-orang tua, apalagi yang mengingat kondisi suram menggambarkan wajah lama kota Palembang kala itu. Salah seorang tokoh masyarakat Palembang yang juga Sejarawan, M Ali Mansyur mengatakan, munculnya Taman Nusa Indah dipastikannya setelah dibangunnya jembatan Ampera.

Sebelum dibangunnya jembatan yang jadi ikon Palembang tersebut, sekitaran taman Nusa Indah hanya terlihat pertokoan. Sedikit ke hilir depan Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II, terdapat dermaga tempat moda angkutan sungai berlabuh. Disekitaran bawah ampera sekarang pun dulunya merupakan terminal.

Sehingga aktivitas masyarakat Palembang termasuk mereka yang datang dari luar kota terpusat di tempat ini. Meski kala itu volume masyarakat yang datang tidak sepadat saat ini. Masalah copet, penodongan kecil-kecilan sudah dianggap biasa. Termasuk bermunculannya para Pekerja Seks Komersil (PSK) yang menjajakan diri. “Kalau dulu orang jadi PRT (Pembantu Rumah Tangga) kan masih malu,” ujar Ali Mansyur ditemui Sumeks Minggu belum lama ini.

Nama Bunga, Terbenam Ketika Berkembang
Dari mana asalnya nama Nusa Indah? Keterangan Kepala UPTD Museum SMB II, RM Ali Hanafiah kemungkinan berasal dari nama bunga, banyak ditanami di kawasan tersebut. Ketika ia kecil, ia mengingat banyak bunga berwarna merah dan putih dalam kawasan taman. Sekarang bunga tersebut menghilang. Tertinggal pepohonan besar tempat warga berteduh. Tak hanya ditaman, di seluruh sudut kota, bunga Nusa Indah tak pernah lagi ia jumpai.

“Taman Nusa Indah kalau dulu itu, yang sekarang banyak pohon-pohon besarnya arah masjid Agung, dekat Bundaran Air Mancur. Bukan taman bawah jembatan Ampera sekarang. Waktu pertama dibangun, banyak bunga disebut Nusa Indah. Warnanya itu merah dan putih. Tapi sudah lama bunga itu hilang di taman. Dicari tempat lain pun sudah tidak ada,” ungkap Mang Amin, sapaan akrab RM Ali Hanafiah.

Lalu apa menariknya Taman Nusa Indah pertama kali muncul hingga namanya terbenam era tahun 1990 lalu? Sempat merenung, sosok pria asli Palembang yang kini menjadi sejarawan serta budayawan Palembang ini mengingat jika taman Nusa Indah dulu menarik dan terkenal karena sisi negatifnya.

Awal dibangun sekitar akhir era 1960 an, taman yang dekat dengan pasar 16 Ilir, dermaga hingga terminal ini menjadi pusat aktivitas masyarakat Palembang. Sedangkan kondisinya saat itu, selain becek, kusam, suram, juga rawan kriminalitas. Tak hanya itu, masalah PSK bahkan waria yang menjajakan diri memang sudah jadi rahasia umum.

“Memang ada pasangan datang dan bermesraan di taman. Ada juga PSK dan waria yang datang sendiri mencari mangsa. Mereka ini datang sendiri karena malam hari tempat ini termasuk gelap,” jelas Mang Amin.

Hanya saja, ditegaskan Mang Amin, meski terkenal dengan hal berbau esek-esek, taman Nusa Indah tidak seperti kawasan prostitusi lain seperti di Lrg Bambu (sebelum dibukanya Eks Lokalisasi Teratai Putih,red) atau di kawasan Panca Warna Cinde. Karena PSK dan waria yang menjajakan diri tak melulu berhubungan di tempat tersebut. Bisa jadi sekedar transaksi, lalu mencari tempat lain. Seperti dilakukan para PSK serta waria yang saat ini masih berkeliaran di sekitaran Gedung Museum Tekstil serta Jl Kol H Barlian.

Dengan sisi kelam taman Nusa Indah inilah membuatnya bergairah dan terkenal. Ketika kesan becek, kusam, tidak lagi terdengar adanya penodongan, pencopetan serta menghilangnya para PSK serta waria, taman Nusa Indah tidak lagi menggairahkan. Padahal, kondisinya jauh berkembang menjadi lebih baik.

Perubahan Taman Nusa Indah ditambahkan pria asli Palembang yang kini menjadi sosok sejarawan serta budayawan Palembang terjadi ketika masuknya sang Walikota Ir Eddy Santana Putra MT sebagai Walikota, terpilih tahun 2003 lalu. Para pedagang dipindahkan, taman dipercantik, membuat kesan becek, suram, kriminalitas serta asusila berkurang drastis.

Di lain pihak, taman lain seperti Punti Kayu bermunculan, Kambang Iwak (KI) ikut dibenahi. “Taman Nusa Indah itu taman pertama di Palembang. Setelah ada Monpera, masyarakat lebih senang ke sana (Monpera,red). Sekarang ada lagi BKB (Benteng Kuto Besak) yang jadi idola, termasuk tempat lain seperti Punti Kayu. Lalu KI yang sudah jadi ikon Palembang. Jadi, meskipun kondisi taman Nusa Indah sudah jauh lebih baik, konsentrasi masyarakat kita tidak lagi fokus ke Taman Nusa Indah,” ungkap Mang Amin.

Yang ada, taman Nusa Indah hanya dijadikan tempat masyarakat yang kelelahan untuk duduk mencari angin. Tak lagi terlihat suasana zaman Mang Amin kecil, dimana pasangan asik bermesraan, keluarga besar berkumpul.

brMasalah kriminalitas serta asusila tak lagi terdengar dengan adanya pos polisi serta Pol-PP. Apalagi petugas Pol-PP terlihat aktif melakukan patroli meminimalisir kejahatan dan tindakan asusila yang dulunya kerap terjadi. (wwn)

Written by: Samuji Selasa, 07 Februari 2012 12:38 | Sumeks Minggu

Eddy Santana Geram


Walikota Palembang H Eddy Santana Putra menerima kunjungan Kepala Cabang Jasa Raharja Sumsel, Bambang Nindiyorat di kantornya, Senin (24/9). Pada kesempatan itu, Jasa Raharja menyumbang pembangunan dua halte di kawasan Jl Kapten A Rivai Palembang

PALEMBANG - Walikota Palembang, H Eddy Santana Putra mengaku geram dengan ulah oknum warga yang mencoret bahkan merusak halte Trans Musi yang menjadi fasilitas publik.

Mengingat halte itu aset negara, perusakan tersebut menurut Eddy merupakan tindak kriminal dan bisa dipidanakan.

“Dalam waktu dekat, kita akan cat ulang seluruh halte yang kotor. Kita juga masih berusaha mencari pelaku yang suka coret-coret, bahkan merusak halte itu. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujar Eddy saat menerima kunjungan Kepala Cabang Jasa Raharja Sumsel, Bambang Nindiyorat di kantornya, Senin (24/9/2012).

Pada kesempatan itu, pihak Jasa Raharja juga menyumbang dua halte yang akan dibangun di kawasan Jl Kapten A Rivai.

Ini merupakan bantuan kedua dari Jasa Raharja Sumsel, setelah sebelumnya juga telah menyumbang dua halte di kawasan Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.

Eddy mengatakan, saat ini ada ratusan halte Trans Musi yang tersebar dalam wilayah Kota Palembang.

Untuk sementara ini, kata dia, halte yang ada sudah cukup untuk melayani keperluan masyarakat. Namun, pihaknya akan terus melakukan evaluasi dan mengupayakan tambahan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Sehubungan dengan itu, ia juga mengharapkan masyarakat Kota Palembang bisa memanfaatkan dan sama-sama menjaga fasilitas halte tersebut. Paling tidak dengan menjaga kebersihan, tidak mencoret, apalagi sampai merusaknya.

“Itu fasilitas milik kita bersama. Kita bersyukur banyak pihak sudah membantu pengadaaan atau pembangunan halte ini,” katanya kepada Sripoku.com.

Sementara itu, Kepala Cabang Jasa Raharja Sumsel, Bambang Nindiyorat mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi capaian pembangunan yang dilakukan Pemkot Palembang, terutama dalam hal pelayanan publik.

Pada kunjungan tersebut, ia juga menyampaikan maksud untuk berpartisipasi dalam pembangunan Palembang melalui program CSR-nya.

“Kita akan mengalokasikan CSR untuk membantu penghijauan di kawasan pemukiman kumuh di 3 dan 4 Ulu. Saat ini kita masih mempelajari dan mengkonsultasikan seperti apa kebutuhannya,” kata Bambang.

Penulis : Eko Adiasaputro
Editor : Sudarwan
Sriwijaya Post - Senin, 24 September 2012 14:10 WIB

Eddy Santana Tinjau Pasar 16 yang Jorok dan Bau



PALEMBANG - Pasar 16 di Kelurahan 16 Ilir Palembang merupakan salah satu pusat transaksi ekonomi terbesar dan terpadat di Bumi Sriwijaya.

Sayangnya, hingga saat ini pasar tersebut masih tampak semrawut, bahkan cenderung tak terawat. Kondisinya pun kotor, sempit dan bau, sehingga perlu penataan yang lebih serius.

Senin (24/9/2012), Walikota Palembang H Eddy Santana Putra menyempatkan waktu berkunjung ke pasar yang terletak di pinggir Sungai Musi ini.

Didampingi sejumlah kepala dinas, Eddy berkeliling pasar melihat langsung kondisi pasar, berikut fasilitas penunjang lain seperti toilet dan lainnya.

Apa yang dilihat orang nomor satu di Palembang ini, tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan para pedagang dan masyarakat umum yang berkunjung ke sana.

Ia mendapati sejumlah fasilitas yang tidak terawat, bahkan cukup mengkhawatirkan. Mulai dari saluran drainase, penataan kabel, toilet hingga kesemrawutan pedagang yang menggelar dagangan sempat menuai keprihatinannya.

Lapak pedagang yang terlihat menghalangi jalan pun diminta untuk dibongkar.

“Kita semua tahu, potensi Pasar 16 ini sangat besar. Banyak kepentingan masyarakat di sini. Karena itu, kondisi, fasilitas dan pelayanan pun harus baik. Instansi terkait (PD Pasar) harus segera mencarikan solusinya, dan kita akan bantu,” ujar Eddy.

Ada beberapa fasilitas yang saat ini tergolong memprihatinkan, kata Eddy. Seperti instalasi kabel listrik yang terlihat semrawut, sehingga berpotensi menjadi penyebab kebakaran. Demikian juga dengan toilet yang sudah terlihat kotor dan sangat jorok.

Semua fasilitas yang disorot umumnya jauh dari kata layak, sehingga dia perlu menginstruksikan jajarannya agar segera bertindak dan memperbaikinya.

“Saya minta pipa-pipa yang bocor diperbaiki, dan saluran pembuangan ke Sungai Musi juga harus diawasi,” katanya.

Sementara, Direktur Operasional PD Pasar Palembang Jaya, Ahmad Syamsudin mengatakan, revitalisasi fasilitas umum ini akan dianalisa terlebih dahulu. Termasuk berapa biaya yang diperlukan untuk penataan tersebut.

Menurut dia, PD Pasar Palembang juga akan mengupayakan penyediaan tangga eskalator atau lift untuk barang dari lantai tiga hingga lantai lima.

“Kita juga akan menyediakan boks lift untuk barang. Aksesnya dari lantai satu langsung ke lantai lima,” ujarnya kepada Sripoku.com.

Penulis : Eko Adiasaputro
Editor : Sudarwan
Sriwijaya Post - Senin, 24 September 2012 16:28 WIB

Bonoh Bae Aku, Aku Siap Matek!


Maria, warga yang rumahnya hendak digusur anggota TNI AU tampak histeris.

PALEMBANG - Seorang ibu bernama Maria (65) menjerit histeris dan berurai air mata saat puluhan anggota gabungan Paskhas TNI AU dan Lanud Palembang bersama alat berat eskavator hendak meratakan bangunan yang tengah dibangun.

"Bukan kami ini negak-negak bae. Bonoh bae aku, aku siap matek. Aku buat rumah jual tanah, rumah di dusun. Katek duit dari bantuan keluarga. Bom bae daripada digusur. Ini rumah batako sudah habis Rp 48 juta ukuran 21X15 meter," jerit Maria yang mengenakan baju kaos pink dan berkerudung di hadapan Danton Paskhas Lettu PKS Erwan dan beberapa anggota TNI AU bernegosiasi dengan warga RT 27 Sukodadi yang hendak digusur, Senin (24/9/2012).

Maria ngotot berusaha mempertahankan bangunan rumahnya dan ia pun menunjukkan dasar ia membangun rumah tersebut berdasarkan surat Pengoperan tanah usaha Nomor: 07/SKH/2003 2 Januari 2003.

"Itu rumah yang baru dibangun punyo aku. Aku dak galak digusur karena surat-menyurat lengkap. Aku beli dengan Magdalena tahun 2003. Surat pengoperan hak dari camat. Suami aku ado, tapi takut. Dia lagi sakit, caro lah tuo. Aku numpang dengan anakku. Berkat ado duit aku disuruh anakku Rusnani Ningsih bangun di atas tanah dio. Dio beli dari Magdelana yang masih adik misan aku. Magdalena tinggal di Sukarami. Makonyo ini surat bae masih namo Magdalena, belum diganti (BBN)," kata wanita asal Desa Karangwaru, Muba, ini.

Beberapa warga lainnya ikut mendampingi Maria saat para aparat berusaha menertibkan bangunan ini. Bahkan warga meminta jika memang akan ditertibkan silahkan tertibkan semua.

"Men nak tersungkur-tersungkur gale. Biar rate gale," kata Suyatmo.

Koordinaror Korvey yang juga Kaprimkopau Lanud Palembang Kapten Kal Adriansyah mengakui awalnya sejak Senin pagi, pihaknya melakukan korvey (bersih-bersih) di sekitar lapangan sepakbola dan sekaligus hendak menertibkan bangunan yang dianggap liar.

"Hari ini kita korvey (bersih-bersih lingkungan) area lapangan kalau ada bangunan baru. Selama ini tertutup semak rumput. Sejauh ini berhasil pendekatan kita. Sudah surat peringatan untuk rumah yang baru dibangun. Ada adukan semen tadi pagi, berarti masih mengerjakan," ujar Adriansyah kepada Sripoku.com.

Danton Paskhas Lettu PSK Erwan kepada wartawan menyatakan pihaknya berusaha sesegera mungkin bisa menertibkan bangunan liar yang berdiri di atas tanah penguasaan Lanud Palembang.

"Semuanyalah, sedapatnya. Dalam waktu dekat ini selesai. Termasuk rumah-rumah liar, kebun-kebun. Nanti bisa dilihat. Saya sudah nemui Ketua RT27 Syamsul," ujar Erwan.

Awalnya robot menghancur ini dikawal anggota Paskhas berseragam dan bersenjata lengkap SS1 meratakan semak dan pepohonan yang berada di pinggiran lapangan sepakbola samping SMAN 13 Palembang. Setelah diperingatkan untuk menghadirkan pemilik bangunan, barulah diadakan negosiasi.

"Dio (pihak AURI) minta distop bangunan. Saya minta dia menerbitkan surat pemberhentian menggunakan korps AU. Jadi resmi perintah itu," ujar Icon yang menjadi pendampingi warga.

Pihak Lanud Palembang sendiri setelah melakukan negosiasi, untuk sementara menghentikan langkah penertiban di sekitar lapangan sepakbola samping SMAN 13 Palembang ini.

"Kita sudah peringatkan untuk tidak membangun, ternyata masih juga," ucap Komandan Pangkalan TNI AU Letkol Pnb Adam Suharto.


Anggota TNI AU bersama eskavator bersiap menggusur bangunan yang tengah dibangun warga RT27 Kelurahan Sukodadi Kecamatan Sukarami, Senin (24/9/2012).

Penulis : Abdul Hafiz
Editor : Sudarwan
Sriwijaya Post - Senin, 24 September 2012 16:21 WIB